JAKARTA. Tren defisit neraca perdagangan terus berlanjut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Juni lalu sebesar US$ 1,32 miliar. Defisit ini melebar ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar US$ 485,9 juta.Kepala BPS Suryamin menyatakan, defisit neraca perdagangan Juni merupakan yang ketiga setelah April dan Mei 2012. "Defisit neraca perdagangan ini terjadi karena perdagangan migas," ujarnya, Rabu (1/8).Berdasarkan data BPS, pada Juni 2012 defisit neraca perdagangan minyak dan gas mencapai US$ 564,2 juta. Jika dilihat lebih lanjut, neraca perdagangan gas sebenarnya surplus sebesar US$ 1,47 miliar. Sayangnya, impor hasil minyak cukup tinggi yang membuat defisit neraca perdagangan hasil minyak mencapai US$ 2,112 miliar.Direktur Statistik Distribusi BPS Satwiko Darmesto menambahkan, defisit neraca perdagangan Juni 2012 merupakan defisit perdagangan bulanan terbesar sejak 2008. Dia mengatakan, defisit terjadi karena melemahnya permintaan dari beberapa mitra dagang utama Indonesia.Satwiko mencontohkan, pada Juni ini Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan dengan Jepang, Thailand dan China. Pada Juni 2012 Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan dengan China sebesar US$ 1,02 miliar, dengan Jepang defisit US$ 664,9 juta. Sedangkan dengan Thailand, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 590 juta.Jika menghitung selama enam bulan pertama 2012, neraca perdagangan Indonesia masih surplus sebesar US$ 476,2 juta. Hanya saja, penurunan laju ekspor yang lebih kencang ketimbang penurunan impor membuat surplus neraca perdagangan bisa tergerus. "Bisa-bisa kita defisit sampai akhir tahun," kata Satwiko.Ekonom BCA David Sumual memperkirakan tren defisit neraca perdagangan masih akan terjadi meski nilainya tak sebesar Juni. Alasannya, jika ekspor turun maka impor juga akan mengikuti turun. Sebab sebagian besar impor kita berupa bahan baku.David menuturkan, selama belum ada perubahan arah kebijakan moneter di Eropa dan Amerika Serikat maka kinerja ekspor masih akan melambat. Nah, "Perlambatan ekspor akan berimbas ke perlambatan impor dalam waktu 3 bulan - 6 bulan," ujarnya.Hanya saja, arus investasi ke dalam negeri masih cukup besar. Ini membuat perlambatan laju impor tak bisa sekencang laju ekspor. Akibatnya selisih antara ekspor dan impor akan semakin lebar. Karenanya, David melihat probabilitas defisit neraca perdagangan sampai akhir tahun masih lebih besar ketimbang surplus.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Defisit neraca perdagangan kian melebar
JAKARTA. Tren defisit neraca perdagangan terus berlanjut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Juni lalu sebesar US$ 1,32 miliar. Defisit ini melebar ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar US$ 485,9 juta.Kepala BPS Suryamin menyatakan, defisit neraca perdagangan Juni merupakan yang ketiga setelah April dan Mei 2012. "Defisit neraca perdagangan ini terjadi karena perdagangan migas," ujarnya, Rabu (1/8).Berdasarkan data BPS, pada Juni 2012 defisit neraca perdagangan minyak dan gas mencapai US$ 564,2 juta. Jika dilihat lebih lanjut, neraca perdagangan gas sebenarnya surplus sebesar US$ 1,47 miliar. Sayangnya, impor hasil minyak cukup tinggi yang membuat defisit neraca perdagangan hasil minyak mencapai US$ 2,112 miliar.Direktur Statistik Distribusi BPS Satwiko Darmesto menambahkan, defisit neraca perdagangan Juni 2012 merupakan defisit perdagangan bulanan terbesar sejak 2008. Dia mengatakan, defisit terjadi karena melemahnya permintaan dari beberapa mitra dagang utama Indonesia.Satwiko mencontohkan, pada Juni ini Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan dengan Jepang, Thailand dan China. Pada Juni 2012 Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan dengan China sebesar US$ 1,02 miliar, dengan Jepang defisit US$ 664,9 juta. Sedangkan dengan Thailand, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 590 juta.Jika menghitung selama enam bulan pertama 2012, neraca perdagangan Indonesia masih surplus sebesar US$ 476,2 juta. Hanya saja, penurunan laju ekspor yang lebih kencang ketimbang penurunan impor membuat surplus neraca perdagangan bisa tergerus. "Bisa-bisa kita defisit sampai akhir tahun," kata Satwiko.Ekonom BCA David Sumual memperkirakan tren defisit neraca perdagangan masih akan terjadi meski nilainya tak sebesar Juni. Alasannya, jika ekspor turun maka impor juga akan mengikuti turun. Sebab sebagian besar impor kita berupa bahan baku.David menuturkan, selama belum ada perubahan arah kebijakan moneter di Eropa dan Amerika Serikat maka kinerja ekspor masih akan melambat. Nah, "Perlambatan ekspor akan berimbas ke perlambatan impor dalam waktu 3 bulan - 6 bulan," ujarnya.Hanya saja, arus investasi ke dalam negeri masih cukup besar. Ini membuat perlambatan laju impor tak bisa sekencang laju ekspor. Akibatnya selisih antara ekspor dan impor akan semakin lebar. Karenanya, David melihat probabilitas defisit neraca perdagangan sampai akhir tahun masih lebih besar ketimbang surplus.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News