Defisit Neraca Perdagangan Pangan Meningkat, Ekonom Sarankan Pengurangan Impor



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Neraca perdagangan pangan Indonesia, di luar sektor perkebunan, terus mengalami defisit yang semakin besar setiap tahunnya.

Pengamat Pertanian dari CORE, Eliza Mardian, mencatat bahwa pada tahun 2001 defisit neraca perdagangan komoditas pangan (di luar perkebunan) mencapai US$ 1,8 miliar. Angka ini terus meningkat hingga mencapai US$ 23 miliar pada tahun 2023.

"Semakin besar mengimpor sementara ekspornya tidak diimbangi, maka defisitnya akan bertambah dalam," ujar Eliza kepada KONTAN, Selasa (5/11/2024).


Eliza menjelaskan bahwa defisit neraca perdagangan yang semakin tinggi mencerminkan ketergantungan Indonesia pada barang impor untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. 

Baca Juga: Kemendag Ungkap Alasan Impor Bawang Putih Meningkat Hingga Rp 7 Triliun Lebih

Hal ini dianggap sangat memprihatinkan karena pangan merupakan komoditas strategis dan politis.

Sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut, Eliza menyarankan pemerintah untuk mengurangi impor atau meningkatkan ekspor.

“Kurangi impornya atau genjot ekspornya lebih,” tegasnya.

Namun, ia juga menyoroti kelemahan daya saing produk pangan lokal di pasar global. Kelemahan ini disebabkan oleh adanya berbagai pembatasan dari negara lain yang menetapkan standar ketat, seperti sanitasi dan traceability, yang sulit dipenuhi oleh sebagian besar petani Indonesia.

“Oleh karena itu, yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah dengan mengurangi impor dan terus meningkatkan produktivitas lokal,” tambah Eliza.

Baca Juga: Surplus Ekspor Perikanan Melonjak Capai 4,23 Miliar Per September 2024

Untuk mendukung peningkatan produktivitas tersebut, Eliza merekomendasikan agar pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur mendasar yang krusial, seperti irigasi, riset, dan inovasi dalam pengembangan varietas tanaman dengan produktivitas tinggi. 

Selain itu, penggunaan teknologi tepat guna yang sesuai untuk mayoritas petani berlahan sempit, serta manajemen hama dan penyakit, juga perlu diperhatikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli