Defisit Neraca Transaksi Berjalan Diprediksi Meningkat di Kuartal II-2024



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia diprediksi melebar pada kuartal II 2024.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan mencapai 1,15% dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 2024.

Perkiraan tersebut lebih besar dari defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I 2024 yang mencapai US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari PDB.


Perkiraan tersebut juga tak selaras dengan prediksi Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2024 akan lebih rendah.

Baca Juga: BI Proyeksikan Defisit Transaksi Berjalan Lebih Rendah pada Kuartal II-2024

Meski melebar, Josua menyampaikan, kondisi defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2024 terbilang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata defisit pada periode 2012 hingga 2019 yang sebesar 2,5% dari PDB.

Hal tersebut ditopang oleh tetap surplusnya neraca perdagangan meski sudah dalam tren yang menyusut.

“Pelebaran defisit transaksi berjalan terutama disebabkan faktor musiman, di mana setiap kuartal kedua setiap tahunnya terjadi peningkatan pembayaran imbal hasil atau return dari instrumen keuangan domestik kepada non-resident,” tutur Josua kepada Kontan, Jumat (21/6).

Dengan defisit yang diperkirakan melebar tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II 2024 masih belum membaik jika dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini karena, karena defisit transaksi berjalan cenderung akan melebar dan pada April hingga Mei 2024 terjadi outflow yang cukup signifikan pada pasar saham dan pasar surat berharga negara (SBN).

Sementara itu, posisi cadangan devisa hingga Mei 2024 juga tercatat sebesar US$ 139 miliar, lebih rendah dari posisi akhir kuartal I 2024 yang sebesar US$ 140 miliar.

“Meski demikian, pada Juni 2024 sudah ada perbaikan pada pasar SBN. Kebijakan sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI) oleh BI juga masih bisa membantu pencatatan inflow sehingga dapat menjaga NPI kuartal II 2024,” jelas Josua.

Dus, dengan adanya pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi finansial yang kemungkinan masih akan mencatatkan outflow, Josua memperkirakan NPI kami lihat kemungkinan masih akan mencatatkan defisit.

Secara keseluruhan 2024, Josua memproyeksikan neraca transaksi berjalan akan mencatatkan defisit sebesar 0,94% dari PDB atau melebar dari defisit pada 2023 yang sebesar 0,14% dari PDB.

“NPI 2024 juga kami lihat akan mencatatkan defisit. Hal ini terindikasi dari cadangan devisa yang sudah turun signifikan dari posisi akhir 2023 yang sebesar USS 146 miliar, dan indikasi risiko ‘higher-for-longer’ yang masih menghantui hingga mendekati akhir 2024,” ungkapnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2024 akan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan berlanjutnya surplus neraca perdagangan yang signifikan.

Menurut data terbaru, surplus neraca perdagangan Indonesia hingga Mei 2024 mencapai US$ 5,6 miliar. Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers pada Kamis (20/6), menjelaskan bahwa surplus ini turut berkontribusi terhadap perbaikan defisit transaksi berjalan.

"Aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio pada kuartal II-2024 atau hingga 14 Juni 2024 mencatatkan net inflows sebesar US$ 4,0 miliar, meskipun ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi," kata Perry.

Baca Juga: BI Rilis Kebijakan Makroprudensial Soal Pendanaan Luar Negeri Bank

Selain itu, cadangan devisa Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Pada akhir Mei 2024, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 139,0 miliar.

Jumlah ini setara dengan pembiayaan impor selama 6,3 bulan atau 6,1 bulan jika termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional yang berada di kisaran 3 bulan impor.

"Secara keseluruhan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2024 diperkirakan akan tetap terjaga. Transaksi berjalan diprediksi akan berada dalam kisaran defisit rendah, yakni 0,1% hingga 0,9% dari produk domestik bruto (PDB)," ungkap Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat