KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Defisit neraca transaksi berjalan atau
current account deficit (CAD) diproyeksikan melebar pada kuartal IV 2024 atau akhir tahun 2024. Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memperkirakan, defisit neraca transaksi berjalan akan melebar menjadi 0,7% dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun 2024. “Proyeksi kita tahun ini (2024) defisit neraca transaksi berjalan ke level 0,71% dari PDB,” tutur Myrdal kepada Kontan, Kamis (21/11).
Adapun proyeksi defisit neraca transaksi berjalan ini sejalan dengan surplus neraca perdagangan yang diproyeksi turun pada Desember 2024.
Baca Juga: Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal III-2024 Surplus, Ini Penopangnya Myrdal memprediksi surplus neraca perdagangan hanya akan mencapai US$ 2,23 miliar di akhir tahun, turun dari surplus bulan Oktober 2024 yang sebesar US$ 2,47 miliar. “(Surlus neraca dagang turun) karena kebutuhan impor yang meningkat untuk kebutuhan akhir tahun dan juga stok untuk kebutuhan produksi awal 2025,” ungkapnya. Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyampaikan, defisit neraca transaksi berjalan akan melebar jadi 0,78% dari PDB, atau meningkat dari akhir tahun 2023 yang sebesar 0,16% dari PDB. Bahkan, Josua menilai, tren melebarnya defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2025. “Dengan CAD yang semakin melebar hingga 1,22% dari PDB seiring dengan agenda ekonomi Presiden Prabowo yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ungkapnya. Proyeksi tersebut kata Josua, memperhitungkan faktor-faktor utama seperti normalisasi harga komoditas secara bertahap dan potensi dampak dari melemahnya permintaan global, di tengah perekonomian China yang ‘
slower-for-longer’. Namun, upaya hilirisasi yang sedang berlangsung di Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah, yang akan membantu membatasi defisit sampai batas tertentu.
Baca Juga: BI Catat Neraca Pembayaran Indonesia Berbalik Surplus pada Kuartal III-2024 Selain itu, potensi penurunan suku bunga kebijakan global dapat mengurangi sebagian dampak dari penurunan harga komoditas. Dari sisi impor, target Presiden Prabowo untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat meningkatkan permintaan bahan baku dan barang modal impor ke depannya. Melihat kondisi tersebut, Josua menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan dampak kemenangan Trump dalam Pemilihan Presiden AS yang meningkatkan risiko Perang Dagang 2.0, karena kebijakan ekonominya yang
inward looking.
“Hal ini dapat membatasi penurunan suku bunga kebijakan global lebih lanjut, dan memperburuk kondisi perdagangan global yang sudah rapuh,” kata Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat