Defisit neraca transaksi berjalan menekan rupiah di atas Rp 15.000 per dollar AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah, Rabu (3/10) masih di atas Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Defisit neraca transaksi berjalan dan naiknya imbal hasil surat utang global menjadi faktor yang menekan rupiah.

Megutip Bloomberg, Rabu (3/10) rupiah ditutup melemah 0,22% ke Rp 15.075 per dollar AS. "Pergerakan rupiah saat ini masih undervalue," kata Fikri C. Permana Ekonom Pefindo, Rabu (3/10).

Secara fundamental, defisit neraca perdagangan dan keluarnya dana asing menjadi sentimen negatif untuk rupiah. Meski, Fikri mencatat, sepekan lalu sudah ada dana asing yang masuk sekitar Rp 10 triliun pada pasar saham dan obligasi. Namun, secara satu tahun belakangan pasar keuangan dalam negeri masih mencatatkan net sell.


Selain itu, rupiah masih bertahan di level Rp 15.000 per dollar AS karena yield obligasi Italia yang naik signifikan sekitar 20 basis poin (bps) sepekan lalu.

Fikri mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia yang kurang sehat bisa berdampak ke negara emerging market termasuk Indonesia. "Tidak heran, hari ini yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun loncat dari 8,0% ke 8,2%," kata Fikri.

Melihat prospek rupiah ke depan, Fikri mengatakan pasar keuangan tidak bisa hanya dilihat dari data riil, tetapi ekspektasi para investor juga jadi hal penting. Nah, saat ini masalahnya, ekspekatasi investor pada penguatan rupiah terhambat oleh harga minyak yang kembali dalam tren naik hingga capai US$ 75 per metrik ton.

Seperti diketahui, kenaikan harga minyak bisa mendorong kenaikan impor dalam negeri. Tantangan rupiah kedepan adalah mengatasi kenaikan impor dengan meningkatkan jumlah ekspor.

Sementara, penguatan rupiah masih akan berat karena Fikri menilai meski defisit neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2018 turun sedikit yakni menjadi US$ 1,02 miliar dibanding bulan Juli 2018 yang mencapai US$ 2,02 miliar, angka ini masih kurang signfikan.

Fikri menjelaskan, defisit neraca transaksi berjalan menjadi salah satu faktor utama yang dilihat oleh investor asing. Data tersebut menggambarkan seberapa besar return riil dalam mata uang yang investor asing terima. Ketika terjadi defisit transaksi berjalan, maka cadangan devisa juga berkurang. Hal ini mengakibatkan kemampuan otoritas moneter untuk menjaga volatilitas mata uang jadi relatif rendah. Tak heran CAD masih menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

Ke depan, Fikri berharap pemerintah bisa mendorong pertumbuhan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan bisa membaik dan rupiah ikut tertolong. Hanya saja, tak dipungkiri untuk mencapai ekspor yang kuat diperlukan waktu yang juga tidak sebentar.

"Semoga rupiah terjaga di nilai yang sekarang karena kebijakan yang dilakukan baik secara moneter maupun fiskal sudah konsisten, meski reformasi struktural masih terkendala," kata Fikri.

Dalam sepekan ke depan Fikri memproyeksikan rupiah berda direntang Rp 14.800 per dollar AS hingga Rp 15.300 per dollar AS. Sementara, untuk jangka panjang Fikri memproyeksikan rupiah berada di Rp 14.500 per dollar AS hingga Rp 15.500 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti