KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga nikel terus menunjukkan tren positif. Tingginya tingkat permintaan di tengah desifit pasokan mengangkat harga logam industri ini. Analis menyakini prospek
bullish harga nikel untuk jangka panjang. Mengutip Bloomberg, Selasa (23/1) harga nikel kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) ditutup menguat 0,67% ke level US$ 12.825 per metrik ton. "Isu utama yang mengangkat harga nikel masih soal defisit pasokan," ujar Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures kepada Kontan.co.id, Rabu (24/1).
Berkurangnya pasokan dari Filiphina sebagai pemasok terbesar nikel global cukup mempengaruhi pegerakan harga. Negara tersebut kini telah menutup operasional empat tambang nikel utama dan melarang kegiatan penambangan baru. Padahal, selama ini Filipina memberi kontribusi 27% pasokan nikel global. Penurunan pasokan global juga disebabkan terhentinya aktivitas pertambangan milik Sumitomo Corporation di Madagaskar, karena serangan topan pada 4 Januari lalu. Produksi terpaksa dihentikan karena fasilitas produksi rusak. Diperkirakan proses perbaikan akan rampung pada akhir Januari nanti. Defisit pasokan ini terasa semakin berat ketika permintaan nikel terus naik. Sebenarnya, menurut Wahyu, sejak jauh hari International Nickel Stydy Group (INSG) telah memperkirakan permintaan nikel global akan kembali melampaui pasokan tahun ini. Permintaan meningkat menjadi 2,259 juta ton dibandingkan pasokan yang hanya 2,206 juta ton. Inilah yang menyebabkan defisit nikel sepanjang tahun ini berpotensi mencapai 53.000 ton. “Memasuki tahun 2018 permintaan nikel mulai datang dari produsen baterai kendaraan listrik,” ungkapnya. Kenaikan signifikan permintaan baterai mobil listrik diperkirakan baru akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 nanti. Namun untuk jangka pendek, permintaan nikel masih ditopang dari industri baja di China dan India.
Wahyu mempekirakan sepanjang tahun ini nikel akan bergerak pada kisaran US$ 9.000-US$ 13.000 per metrik ton. Namun, meski begitu, ia belum melihat pengaruh sentimen penyesuaian pajak impor nikel yang diterapkan pemerintah China mulai Januari ini terhadap pergerakan harga nikel. Pajak impor nikel sulfat dipangkas dari 5,5% dan pajak atas katoda nikel dinaikkan dari 1% menjadi 2%. Menurut Wahyu, meski itu akan berdampak positif bagi produksi mobil listrik, tetapi bagi pergerakan harga nikel pengaruhnya masih dalam jangka panjang. Ia menebak, Kamis (25/1), harga nikel akan menguat pada kisaran US$ 12.750-US$ 12.900 per metrik ton. Sedangkan sepekan bisa melanjutkan penguatan di rentang US$ 12.400-US$ 13.200 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini