Defisit RAPBN 2025 Sentuh 2,82%, Ekonom: Tidak Mencerminkan Kehati-hatian Fiskal



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI telah menyepakati target defisit RAPBN 2025 dalam rentang 2,29% hingga 2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memandang, target batas atas sebesar 2,82% PDB tersebut tidak mencerminkan kehati-hatian fiskal.

"Selayaknya defisit fiskal dijaga di bawah 2% dari PDB," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (25/6).


Yusuf menduga, masuknya program warisan Presiden Jokowi seperti IKN dan proyek strategis nasional (PSN) serta program populis seperti makan bergizi gratis bisa menekan atau memotong anggaran belanja tidak terikat, seperti belanja subsidi atau belanja sosial.

Baca Juga: Pemerintah Tetap Kucurkan Subsidi Pajak Ditanggung Pemerintah pada 2025

"Jika tidak demikian, maka defisit anggaran berpotensi melebar mendekati batas 3% dari PDB," katanya.

Menurut Yusuf, masuknya program makan bergizi gratis di RAPBN 2025 serta berlanjutnya program IKN membuat defisit anggaran tahun depan di stel mencapai 2,82% PDB. Hal ini beresiko bagi keberlanjutan fiskal yang baru saja pulih pasca pandemi Covid-19.

Sebelumnya,  International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menyarankan pemerintahan selanjutnya, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjaga defisit fiskal tetap berada di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

MF Mission Chief to Indonesia, Maria Gonzalez mengatakan bahwa  defisit fiskal yang sebesar maksimal 3% dari PDB dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

"Dalam jangka menengah, kredibilitas kebijakan Indonesia yang diperoleh dengan susah payah harus dipertahankan. Aturan fiskal Indonesia yang membatasi defisit 3% dari PDB masih sesuai untuk mendukung visi Indonesia Emas," ujar Gonzalez dalam laporan 2024 Article IV Mission to Indonesia.

Pencapaian tersebut bisa tercapai terutama apabila didukung dengan penguatan pendapatan negara serta belanja pembangunan yang berkualitas. Selain itu, risiko fiskal yang berkaitan dengan contingent liability juga perlu dikendalikan.

"Peningkatan penargetan subsidi energi dan meningkatkan pendapatan akan menciptakan ruang bagi belanja yang lebih ramah pertumbuhan dalam jangka waktu dekat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari