Defisit RAPBN-P 2013 ditetapkan 2,34% dari PDB



JAKARTA. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) dan Pemerintah akhirnya menetapkan defisit naraca keuangan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN-P) tahun 2013 menjadi Rp 224,18 triliun, atau 2,34% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Sebelumnya, dalam RAPBN-P awal yang disampaikan pemerintah kepada DPR, defisit neraca keuangan bisa mencapai Rp 233,7 triliun atau sebesar 2,48% dari PDB.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menjelaskan, defisit RAPBN-P bisa ditekan setelah pemerintah akan melakukan optimalisasi di sejumlah pos anggaran. Misal, untuk pos pendapatan, pemerintah menganggarkan bisa mencapai Rp 1.502 triliun, naik sebesar Rp 13,67 triliun dibandingkan RAPBN-P awal.


Sementara di sisi belanja negara, pemerintah menganggarkan akan menurunkan belanja non Kementrian/Lembaga hingga Rp 452,8 miliar menjadi sebesar Rp 595,8 triliun, dari semula mencapai Rp 596,28 triliun.

Begitu pula dengan belanja untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM), gas LPG, dan bahan Bakar Nabati (BBN) turun sebesar Rp 10 triliun menjadi Rp 595,82 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 596,288 triliun  

Ketua Banggar, Ahmadi Noor Supit, mengatakan, setelah dilakukan pembahasan RAPBN-P dalam rapat Panitia Kerja (Panja) dan di masing-masing komisi terkait, Banggar akhirnya menyepakati postur RAPBN-P yang telah dibuat pemerintah. “Keputusan ini akan menjadi dasar pertimbangan bagi tingkat Paripurna,” ujar Ahmadi kepada KONTAN di DPR, Rabu (12/6).

Atas keputusan itu, Menteri Keuangan Chatib Basri, menilai, yang terpenting bagi pemerintah saat ini adalah secara optimal menyusun RAPBN-P. Dengan begitu, bisa menekan kemungkinan defisit jauh dari perkiraan sebelumnya.

Hal tersebut, menurut Chatib, merupakan signal bagus yang diberikan pemerintah sore ini kepada masyarakat, bahwa pemerintah serius menjaga stabilitas ekonomi negara.

Menurut chatib, bukan hanya defisit neraca keuangan saja yang bisa ditekan, tapi juga defisit keseimbangan primer. Dalam postur RAPBN-P, pemerintah juga memperkirakan defisit keseimbangan primer bisa mencapai Rp 111,66 triliun, lebih kecil dari yang pernah diajukan dalam RAPBN-P awal yang mencapai Rp 120,8 triliun.

Chatib berharap, dengan adanya kesepakatan ini masyarakat bisa lebih tenang dalam menanggapi isu rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, postur RAPBN-P yang disepakati ini sudah menunjukan komitmen pemerintah soal kenaikan BBM bisa dilakukan dengan tetap memperhatikan kondisi masyarakat. Ia juga berharap, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang sekarang masih dalam tren melemah bisa terpengaruh dan bergerak positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan