Defisit Transaksi Berjalan Melebar di Tengah Meningkatnya Ketidakpastian Global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I-2024 tercatat defisit, didorong oleh arus keluar dari neraca finansial dan melebarnya defisit transaksi berjalan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, defisit NPI kuartal I-2024 capai US$ 5,97 miliar, berbanding terbalik dari surplus yang dicetak pada kuartal sebelumnya sebesar US$ 8,62 miliar.

"Baik neraca transaksi finansial maupun neraca transaksi berjalan tercatat defisit, terutama karena meningkatnya ketidakpastian global di awal tahun," kata Josua kepada Kontan, Senin (20/5).


Kekhawatiran akan tingkat suku bunga yang tinggi dalam jangka waktu yang lama atau higher-for-longer menyebabkan meningkatnya sentimen risk off di pasar keuangan dan melemahnya aktivitas perdagangan global. 

Baca Juga: Neraca Pembayaran Indonesia Mencatat Defisit US$ 6 Miliar di Kuartal I-2024

Akibatnya, cadangan devisa menurun sebesar US$ 6 miliar, mencapai US$ 140,4 miliar pada akhir kuartal I-2024.

Ia mengatakan, defisit transaksi berjalan melebar akibat menyusutnya surplus perdagangan barang dan meningkatnya defisit pendapatan primer.

Defisit transaksi berjalan melebar menjadi US$ 2,16 miliar pada kuartal I-2024, naik dari US$ 1,12 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya.

Ia merinci, surplus perdagangan barang turun menjadi US$ 9,82 miliar dari sebelumnya US$ 11,4 miliar. Hal ini didorong oleh melemahnya kinerja ekspor di tengah normalisasi harga komoditas dan berkurangnya permintaan dari mitra dagang utama.

Selain itu, defisit pendapatan primer meningkat secara tidak terduga dibandingkan dengan kuartal IV-2023, yang disebabkan oleh pembayaran bunga yang lebih tinggi atas utang luar negeri karena kenaikan suku bunga kebijakan global.

Ia memaparkan, melebarnya defisit transaksi berjalan mengindikasikan bahwa ruang untuk penurunan suku bunga kebijakan dalam waktu dekat terbatas. 

Menurutnya, Bank Indonesia (BI) kemungkinan perlu mempertahankan suku bunga kebijakan yang tinggi lebih lama untuk memitigasi risiko terhadap stabilitas rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian global.

Baca Juga: Defisit Transaksi Berjalan Indonesia Capai US$ 2,2 Miliar di Kuartal I-2024

Pada 6 bulan terakhir 2024, terdapat potensi penurunan suku bunga jika ketidakpastian global, terutama terkait lintasan penurunan suku bunga The Fed mulai berkurang.

"Kami telah merevisi ekspektasi kami untuk BI rate di tahun 2024, dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,50% menjadi 6,25%, tetap pada level saat ini hingga akhir tahun," ujarnya.

Revisi ini mengasumsikan bahwa The Fed hanya akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25bps di Desember 2024.

Ia memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunga setelah The Fed, yang berarti kemungkinan besar akan terjadi pada tahun 2025. 

"Kami juga merevisi proyeksi defisit transaksi berjalan pada tahun 2024 namun tetap terkendali, dengan pelebaran moderat dari -0,14% terhadap PDB pada tahun 2023 menjadi -0,94% terhadap PDB," ujarnya.

Secara keseluruhan, cadangan devisa diproyeksikan sekitar US$ 138 miliar hingga US$ 142 miliar, dan rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp15.700 - Rp16.200 per dolar AS pada akhir tahun 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari