Defisit transaksi berjalan melebar, Indef: Pertumbuhan ekonomi 2018 hanya 5,1%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mempertahankan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2018 yakni hanya sebesar 5,1%. Tantangan global yang cukup besar, serta persoalan defisit transaksi berjalan (CAD) dinilai masih menjadi penghambat laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sepanjang tahun lalu.

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, ketidakpastian yang dialami perekonomian global serta kebijakan proteksionisme sejumlah negara turut mengganggu neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun lalu. Lantas, neraca dagang mengalami pelebaran defisit hingga November lalu sebesar US$ 2,05 miliar.

Selain itu, CAD juga diproyeksi makin melebar. "Defisit transaksi berjalan masih akan berlanjut di kuartal-IV 2018 dan nilainya bisa melebihi US$ 30 miliar sepanjang tahun," ujar Eko kepada Kontan.co.id, Jumat (4/1).


Dari segi investasi, Eko menilai belum ada peningkatan yang berarti untuk mendorong laju PDB ke atas 5,1%. Sepanjang kuartal-III 2018, penanaman modal dalam negeri (PMDN) memang mencapai Rp 84,7 triliun atau naik 30,5% dibandingkan kuartal III-2017.

"Tapi, investasi asing secara langsung (FDI) trennya menurun dan kenaikan PMDN tidak sebanding dengan penurunan FDI," ujar Eko.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelumnya mencatat, penanaman modal asing (PMA) di kuartal-III 2018 sebesar Rp 89,1 triliun, turun 20% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Adapun, realisasi investasi periode kuartal III-2018 mencapai Rp 173,8 triliun, turun 1,6% yoy.

Di sisi daya beli, Eko menilai pertumbuhan memang masih akan mencapai 5%. Hal tersebut lantaran tertolong oleh belanja sosial pemerintah, terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Namun, Indef menyoroti realisasi Dana Desa sejatinya lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok penduduk 20% teratas sehingga mendorong daya beli mereka. Temuan Indef selama periode September 2017-Maret 2018, kenaikan pengeluaran per kapita oleh kelompok penduduk 20% teratas lebih cepat dibandingkan dengan pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah dan menengah.

"Sebab 80% dari dana desa memang ditujukan untuk infrastruktur dengan harapan memperlancar distribusi terhadap masyarakat atas maupun bawah, tapi itu belum terjadi," kata Eko.

Oleh karena itu, Eko menilai pemerintah perlu mengevaluasi kembali alokasi penyerapan dan kinerja pihak yang menyerap keuntungan Dana Desa terbesar. Agar gelontoran bantuan sosial dapat betul-betul berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi