Defisit transaksi berjalan triwulan II di atas 4%



JAKARTA. Kondisi neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2014 bakal menyentuh level di atas 4% dari PDB. Periode triwulan II yang sarat berbagai aktivitas berkebutuhan dolar tinggi menjadi pemicu defisit meledak.

Berdasarkan sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN, Rabu (13/8), memperkirakan current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan pada triwulan II akan menembus 4% dari PDB. Kepala Ekonom BII Juniman mengatakan ada tiga hal pemicu defisit membengkak.

Pertama, adanya perlambatan ekspor. Perlambatan ekonomi global menyebabkan kinerja ekspor Indonesia loyo. Kedua, impor menguat. Impor yang menguat tersebut terutama berasal dari migas.


Di sisi lain, impor non migas pun mengalami kenaikan karena persiapan bulan puasa dan lebaran. Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas pada bulan Juni tercatat US$ 15,72 miliar atau naik 6,44% dibanding bulan sebelumnya. Demikian pula impor non migas, apabila pada bulan Mei 2014 US$ 11,06 miliar kemudian naik menjadi US$ 12,33 miliar.

Ketiga, faktor musiman. Faktor musiman karena ada pembayaran dividen atau repatriasi. Tiga hal inilah yang kemudian memberikan tekanan pada transaksi berjalan. "Kita perkirakan defisit bisa US$ 9,5 miliar atau 4,08% dari PDB," ujar Juniman.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, penyebab defisit transaksi berjalan terbesar datang dari repatriasi. Repatriasi memberikan beban tinggi pada neraca jasa. Untuk triwulan II, dirinya perkirakan defisit transaksi berjalan sebesar US$ 9 miliar atau 4,2% dari PDB.

Alhasil neraca jasa kerap mengalami defisit tinggi pada triwulan II. Pada triwulan II tahun lalu, neraca jasa defisit US$ 3,53 miliar. Menurut David, jumlah repatrasi dividen dari triwulan ke triwulan lebih besar dari investasi asing yang masuk.

Meskipun neraca transaksi berjalan defisit, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada triwulan II masih berpotensi surplus. Surplus tersebut datang dari capital inflow atawa arus masuk pada portofolio yang masih tinggi. "Inflow dari Januari hingga Juni mencapai US$ 11,6 miliar," tutur David.

Ekonom Senior PT Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra mengaku, meskipun defisit transaksi berjalan pada triwulan II tinggi namun pada triwulan III dan IV akan mengalami penurunan. Penurunan tersebut lantaran periode impor yang tinggi sudah terlewati dan ekspor mineral yang kembali aktif.

Karena itu, meskipun triwulan II defisit akan menyentuh 4%-4,2% dari PDB, secara keseluruhan hingga akhir tahun defisit akan berada pada level 3,1% dari PDB. Dampak defisit triwulan II yang besar ini terhadap rupiah, menurut Aldian, tidak akan terlalu berpengaruh kalau persentase terhadap PDB masih di bawah 4,5% dari PDB.

Pasar memang sudah memprediksi defisit akan tinggi pada triwulan II. "Rupiah masih akan berada dalam kisaran 11.600-11.700," tandasnya.

Adapun Bank Indonesia (BI) sendiri sudah mengatakan defisit transaksi berjalan pada triwulan II akan berada pada kisaran US$ 9 miliar. BI sendiri akan merilis data neraca transaksi berjalan triwulan II pada Jumat besok (15/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto