Dekarbonisasi di Sektor Industri Perlu Dipercepat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan komitmen global untuk mitigasi perubahan iklim telah mendorong standar keberlanjutan yang lebih tinggi dalam perdagangan internasional. Untuk menjaga daya saing produk domestik, pemerintah perlu mempercepat transisi energi ke energi terbarukan dan dekarbonisasi di sektor industri.

Saat ini, kawasan Uni Eropa memperkenalkan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang dijadwalkan berlaku secara resmi pada 2026. Melalui penerapan kebijakan ini, maka produk yang mempunyai jejak karbon tinggi akan dikenakan pajak tambahan. Beberapa komoditas yang pasti terdampak dari aturan CBAM ini adalah semen, pupuk, listrik, besi dan baja, dan aluminium. 

Ning Wilawati, Dewan Pakar Prabowo Gibran mengakui, bahwa industri perlu didukung pertumbuhannya untuk mewujudkan cita-cita Presiden mencapai pertumbuhan 8%.


"Dukungan yang diberikan dapat berupa penyediaan energi dengan biaya kompetitif dan lebih bersih untuk operasi industri," katanya pada Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 dengan sesi “Shifting Indonesia Economy and Industry Amidst Energy Transition,” Selasa (5/11/2024) .

Baca Juga: Semangat Dekarbonisasi Meningkat Lewat Target Bauran Energi Terbarukan

IETD 2024 merupakan IETD yang ketujuh semenjak pertama kali diadakan pada 2018. IETD 2024 berlangsung pada 4-6 November 2024 dengan tema “Mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan dan Tertata”. IETD 2024 melalui 11 sesi dengan ragam topik dan format, menghadirkan 50 pembicara, panelis dan moderator nasional dan internasional. 

Hasil dari IETD 2024 akan dirangkum dan dijadikan rekomendasi bagi pemerintah Prabowo-Gibran dalam menjalankan transisi energi yang berkeadilan dan mencapai tujuan kemandirian energi dalam lima tahun ke depan. 

Manajer Program Transformasi Sistem Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menjelaskan, pada 2022 konsumsi energi di Indonesia didominasi oleh sektor industri sebesar 43,90%. Konsumsi energi yang tinggi ini menyebabkan emisi sektor industri meningkat hingga 30 persen, mencapai 400 juta ton setara karbon dioksida, dibandingkan tahun 2021. 

Deon menyatakan bahwa tanpa upaya dekarbonisasi untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2050, emisi sektor industri bisa meningkat dua kali lipat.

Dekarbonisasi kebutuhan energi panas industri dapat memangkas emisi secara signifikan, sehingga mengurangi jejak karbon sektor industri dan meningkatkan daya saing produk domestik. "Saat ini, lebih dari 60% pelaku industri bersedia melakukan dekarbonisasi, asalkan pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menciptakan lapangan tanding yang setara (level of playing field),” jelas Deon.

Deon menambahkan bahwa pemerintah saat ini sedang menyusun peta jalan dekarbonisasi untuk sektor industri di Indonesia. IESR juga turut berperan dalam kajian peta jalan ini, terutama untuk industri ringan seperti tekstil, makanan dan minuman, otomotif, keramik, dan kaca. 

Menurut Dia, selain menyusun peta jalan dekarbonisasi, pemerintah perlu menetapkan strategi untuk menjadikan transisi energi dan dekarbonisasi sebagai bagian pertumbuhan industri, melihat ada potensi perubahan pasar seperti penggunaan ammonia sebagai bahan bakar pupuk maupun juga untuk energi.

Baca Juga: Percepat Transisi Energi, Toyota Tingkatkan Kolaborasi Strategis

Selanjutnya: Wall Street Menguat pada Hari Pemilu Presiden AS Selasa (5/11)

Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (6/11): Cerah Hingga Diguyur Hujan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati