Jelang tutup tahun, begini realisasi produksi dan penjualan komoditas tambang mineral



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, kinerja produksi dan penjualan produk-produk mineral masih terjaga sesuai rencana. Beberapa komoditas sudah mendekati, bahkan ada yang melebihi target. Namun ada juga yang masih jauh di bawah rencana tahunan.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak mengungkapkan, ada tujuh produk mineral yang tercatat oleh Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba). Hingga November 2020, realisasi produksi katoda tembaga mencapai 266.900 ton atau 91,7% dari target yang sebesar 291.000 ton.

Lalu, produksi emas sebesar 60,1 ton atau 85,1% dari rencana produksi di 2020. Produksi perak sudah sebanyak 305,2 ton atau 89% dari target.


Baca Juga: IESR terbitkan SolarHub, kanal informasi bagi penggunaan PLTS Atap

Selanjutnya untuk produk nikel seluruhnya sudah melampaui target. Produksi FeroNikel sudah mencapai 1,32 juta ton atau 101,9% dari target. Sedangkan produksi Nickel Pig Iron (NPI) mencapai 797.900 ton setara 127% dari target, dan produksi nikel matte sebanyak 85.200 ton atau 118,8% dari target.

Adapun komoditas mineral yang produksinya masih jauh dari target adalah timah. Hingga November realisasi produksinya masih 49.300 ton atau baru 70,5% dari rencana produksi 70.000 ton di 2020.

Menurut Yunus, tingkat produksi komoditas mineral juga tergantung pada pergerakan harga. "Produksi menurun karena kemarin harga timah agak sedikit tertekan. Oleh karena itu PT Timah yang memproduksi terbesar, menurunkan produksinya, saya kira hal yang wajar," kata Yunus dalam Indonesia Mining Outlook, Rabu (16/12).

Dari sisi ekspor, katoda tembaga yang dijual ke luar negeri mencapai 204.300 ton atau 102,1% dari rencana. Ekspor emas juga melebihi target yakni 39,6 ton (104,4%), begitu juga ekspor perak sebanyak 226,6 ton (124,3%).

Kemudian ekspor timah hingga November 2020 sebesar 59.900 ton (81,3%), ekspor nikel matter 79.100 ton (108,8%), ekspor NPI 275.400 ton (80,4%), sedangkan ekspor Feronikel sebesar 1,13 juta ton atau 65,9% dari rencana.

Yunus bilang, masih rendahnya ekspor feronikel tak lepas dari mundurnya jadwal operasional smelter PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur. Smelter tersebut tak kunjung beroperasi lantaran terkendala belum adanya pasokan listrik.

"Baik semua (ekspor) kecuali Feronikel. Kenapa? karena direncanakan di Halmahera Timur punya Antam harusnya jadi smelter, tapi tidak jadi. Karena supply listriknya, jadi perlu link and match antara industri smelter dan supply power," sebut Yunus.

Sedangkan untuk penjualan di dalam negeri tercatat hanya ada enam komoditas mineral. Untuk katoda tembaga, penjualan domestik hanya 55.400 ton atau baru 57,8% dari target. 

Rendahnya serapan katoda tembaga di dalam negeri tak lepas dari sebagian industri kabel yang masih melakukan impor. Menurut Yunus, semestinya ada kebijakan khusus dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif, supaya impor berkurang dan penyerapan katoda tembaga di dalam negeri meningkat.

Baca Juga: PSN tersendat, target produksi 1 juta barel di 2030 terancam sulit digapai

"Saya kira perlu ada kebijakan khusus di sektor keuangan, ada beberapa fasilitas fiskal yang perlu diperbaiki," katanya.

Selanjutnya, penjualan emas domestik hingga November 2020 sebesar 33,3 ton atau 101,4% dari target. Sedangkan perak sebesar 75 ton (95,3%). Lalu, penjualan timah di dalam negeri sebesar 2.700 ton, jumlah itu sudah mencapai 266,2% dari rencana.

Untuk produk nikel, hanya Feronikel dan NPI yang tercatat ada penjualan di dalam negeri. Feronikel sebesar 308.900 ton dan NPI 352.900 ton. "Karena stainless steel yang menyerap hanya Virtue Dragon dan di Morowali, yang lainnya di ekspor," pungkas Yunus.

Selanjutnya: Pemerintah akan beri sembilan insentif untuk hilirisasi batubara, berikut daftarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari