JAKARTA. Deklarasi Jakarta yang diteken 17 negara peserta Asia Pacific Ministerial Conference on Public Private Partnership for Infrastructure (APMC) naik kelas menjadi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Resolusi ini dikeluarkan dalam pertemuan Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Pasifik atau United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) ke-66 di Incheon, Korea Selatan yang berlangsung pada 13-19 Mei 2010 lalu. Dalam pertemuan di negeri ginseng itu, delegasi Indonesia memperjuangkan mati-matian agar Deklarasi Jakarta bisa menjadi Resolusi PBB. Hasilnya, "Usulan kami diterima, Deklarasi Jakarta menjadi Resolusi PBB," kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akhir pekan lalu.Deklarasi Jakarta yang ditandatangani 17 April 2010 itu memuat dua hal pokok. Yakni, pembentukan lembaga pembiayaan regional atau regional infrastructure fund dan unit kerjasama pemerintah-swasta atau public private partnership untuk kawasan Asia Pasifik.Ke-17 negara yang meneken Deklarasi Jakarta, adalah Vietnam, Myanmar, Maladewa, Samoa, Timor Leste, Bhutan, Papua Nugini, Tuvalu, Sri Lanka, Mongolia, dan Afghanistan. Lalu, Korea Selatan, Rusia, Filipina, Pakistan, Iran, serta Indonesia.Sayang, negara-negara Asia Pasifik lainnya yang memiliki dana besar, seperti Jepang dan China, waktu itu tidak ikutan menandatangani Deklarasi Jakarta.Dana untuk lembaga pembiayaan infrastruktur itu dapat berasal dari negara-negara yang menandatangani Deklarasi Jakarta, lembaga keuangan internasional, perbankan, maupun investor. "Dana ini nanti dihimpun sebagai pool fund yang dipakai untuk pembiayaan dan pengembangan pembangunan infrastruktur," ujar Direktur Pengembangan Kemitraan Pemerintah dan Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra.Sekretaris Utama Bappenas Syahrial Loetan bilang, meski telah diterima menjadi resolusi PBB, pembentukan lembaga pembiayaan regional dan unit kerjasama pemerintah-swasta belum akan terealisasi dalam waktu dekat. Sebab, "Masih akan dibahas lagi dalam Sidang PBB di New York," kata Syahrial.Pembahasan itu, antara lain menyangkut soal bentuk kelembagaan dan mekanisme kerjasama di dalam dua badan tersebut. Namun, Syahrial belum bisa memastikan kapan PBB akan bersidang membahas resolusi ini. "Biasanya paling cepat enam bulan sejak resolusi disetujui dan keputusan sudah bisa diambil," ungkap Syahrial.Kehadiran lembaga pembiayaan regional itu akan sangat membantu Indonesia dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di tanah air. Menurut Syahrial, sejak 1998 lalu pertumbuhan infrastruktur di negara kita tergolong pelan, hanya 1% pertahun. Padahal, pertumbuhan infrastruktur di negara Asia lainnya berada di kisaran 4% hingga 10% pertahun. "Kami targetkan hingga akhir 2014, minimal bisa mencapai 4%," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Deklarasi Jakarta Naik Kelas Jadi Resolusi PBB
JAKARTA. Deklarasi Jakarta yang diteken 17 negara peserta Asia Pacific Ministerial Conference on Public Private Partnership for Infrastructure (APMC) naik kelas menjadi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Resolusi ini dikeluarkan dalam pertemuan Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Pasifik atau United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) ke-66 di Incheon, Korea Selatan yang berlangsung pada 13-19 Mei 2010 lalu. Dalam pertemuan di negeri ginseng itu, delegasi Indonesia memperjuangkan mati-matian agar Deklarasi Jakarta bisa menjadi Resolusi PBB. Hasilnya, "Usulan kami diterima, Deklarasi Jakarta menjadi Resolusi PBB," kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akhir pekan lalu.Deklarasi Jakarta yang ditandatangani 17 April 2010 itu memuat dua hal pokok. Yakni, pembentukan lembaga pembiayaan regional atau regional infrastructure fund dan unit kerjasama pemerintah-swasta atau public private partnership untuk kawasan Asia Pasifik.Ke-17 negara yang meneken Deklarasi Jakarta, adalah Vietnam, Myanmar, Maladewa, Samoa, Timor Leste, Bhutan, Papua Nugini, Tuvalu, Sri Lanka, Mongolia, dan Afghanistan. Lalu, Korea Selatan, Rusia, Filipina, Pakistan, Iran, serta Indonesia.Sayang, negara-negara Asia Pasifik lainnya yang memiliki dana besar, seperti Jepang dan China, waktu itu tidak ikutan menandatangani Deklarasi Jakarta.Dana untuk lembaga pembiayaan infrastruktur itu dapat berasal dari negara-negara yang menandatangani Deklarasi Jakarta, lembaga keuangan internasional, perbankan, maupun investor. "Dana ini nanti dihimpun sebagai pool fund yang dipakai untuk pembiayaan dan pengembangan pembangunan infrastruktur," ujar Direktur Pengembangan Kemitraan Pemerintah dan Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra.Sekretaris Utama Bappenas Syahrial Loetan bilang, meski telah diterima menjadi resolusi PBB, pembentukan lembaga pembiayaan regional dan unit kerjasama pemerintah-swasta belum akan terealisasi dalam waktu dekat. Sebab, "Masih akan dibahas lagi dalam Sidang PBB di New York," kata Syahrial.Pembahasan itu, antara lain menyangkut soal bentuk kelembagaan dan mekanisme kerjasama di dalam dua badan tersebut. Namun, Syahrial belum bisa memastikan kapan PBB akan bersidang membahas resolusi ini. "Biasanya paling cepat enam bulan sejak resolusi disetujui dan keputusan sudah bisa diambil," ungkap Syahrial.Kehadiran lembaga pembiayaan regional itu akan sangat membantu Indonesia dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di tanah air. Menurut Syahrial, sejak 1998 lalu pertumbuhan infrastruktur di negara kita tergolong pelan, hanya 1% pertahun. Padahal, pertumbuhan infrastruktur di negara Asia lainnya berada di kisaran 4% hingga 10% pertahun. "Kami targetkan hingga akhir 2014, minimal bisa mencapai 4%," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News