Perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat di tanah air, ternyata tidak segaris dengan bisnis telekomunikasi. Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ASTI) mencatat, total pendapatan perusahaan telekomunikasi sepanjang 2018 menyusut 6% jadi Rp 148 triliun dibanding raihan di 2017 yang mencapai Rp 157 triliun. Layanan data yang digadang-gadang sebagai bisnis masa depan telekomunikasi, menggantikan suara (voice) dan pesan singkat (SMS), masih belum bisa bicara banyak. Pada 2018, pendapatan per megabita menurun 17% dari 2017 akibat perang tarif layanan data. Padahal, itu tadi, ekonomi digital tumbuh kencang. Paling tidak, tampak dari peningkatan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Salah satu indikatornya: penerimaan negara dari barang impor terkait transaksi e-commerce yang terus meningkat.
Demi keadilan
Perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat di tanah air, ternyata tidak segaris dengan bisnis telekomunikasi. Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ASTI) mencatat, total pendapatan perusahaan telekomunikasi sepanjang 2018 menyusut 6% jadi Rp 148 triliun dibanding raihan di 2017 yang mencapai Rp 157 triliun. Layanan data yang digadang-gadang sebagai bisnis masa depan telekomunikasi, menggantikan suara (voice) dan pesan singkat (SMS), masih belum bisa bicara banyak. Pada 2018, pendapatan per megabita menurun 17% dari 2017 akibat perang tarif layanan data. Padahal, itu tadi, ekonomi digital tumbuh kencang. Paling tidak, tampak dari peningkatan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Salah satu indikatornya: penerimaan negara dari barang impor terkait transaksi e-commerce yang terus meningkat.