Demi kontrak, Freeport segera bangun smelter



JAKARTA. Gelagat perpanjangan hak pengelolaan tambang bagi PT Freeport Indonesia hingga 2041 semakin jelas terlihat. Perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) ini pun siap memenuhi persyaratannya, yakni komitmen investasi besar dengan membangun pabrik pemurnian (smelter) sendiri serta fasilitas tambang bawah tanah.

Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, meskipun belum dipastikan lokasinya, smelter milik Freeport akan dibangun secara terintegrasi dengan kegiatan hulu tambangnya. Alhasil, perusahaan tersebut tidak perlu lagi mengajukan permohonan penerbitan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) pengolahan dan pemurnian ke pemerintah.

Dengan kata lain, Freeport juga tidak akan membentuk anak perusahaan yang bertugas sebagai pengelola smelter yang saat ini masih dalam tahapan pra feasibility study (FS). "Lebih bagus kalau mereka membangun secara terintegrasi, jadi keuntungannya akan makin besar, sedangkan kalau terpisah akan kecil," kata Sukhyar di kantornya, akhir pekan lalu.


Menurutnya, terdapat empat calon lokasi pembangunan smelter Freeport. Tiga titik di Jawa Timur dengan rincian dua calon lokasi di Gresik dan satu di Pulororejo, Jombang. Satu titik lagi berada di Maumere, Papua. Untuk pembangunan smelter berkapasitas 400.000 ton copper cathode per tahun, perusahaan ini memerlukan investasi senilai US$ 2,2 miliar.

Sejatinya, pembangunan smelter Freeport merupakan bagian dari renegosiasi kontrak karya (KK), yakni perusahaan tersebut mesti menggelar proses pemurnian mineral di dalam negeri. Sebelumnya, pemerintah menyatakan bahwa progres renegosiasi dengan Freeport sudah banyak mengalami kemajuan, tinggal kepastian perpanjangan kontrak pasca 2021.

Sukhyar menyatakan, keputusan perpanjangan kontrak tersebut akan ditentukan berdasarkan komitmen investasi yang dikeluarkan oleh Freeport. Selain pembangunan smelter, Freeport juga telah memulai investasi untuk konstruksi fasilitas tambang bawah tanah dengan total capital expenditure atau belanja modal mencapai US$ 15 miliar. "Kalau mereka bangun smelter terintegrasi akan lebih mudah lagi proses mendapatkan perpanjangan kontrak," ujar dia.

Namun, kepastian perpanjangan waktu pengelolaan tambang hingga 2041 tersebut baru akan diterbitkan paling cepat tahun 2019, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Yang jelas, kata Sukhyar, skema pengusahaannya akan berubah dari KK menjadi IUPK operasi produksi.

Antam bisa membantu

Sukhyar memastikan, meskipun PT Aneka Tambang Tbk (Antam) tidak masuk dalam konsorsium pembangunan smelter milik Freeport, Antam bisa membantu Freeport dalam pengadaan lahan dan teknologi. "Antam tetap memiliki kesempatan untuk menjadi pemegang saham meskipun tidak dalam bentuk setoran dana," imbuh dia.

Sayangnya, Rozik B. Soetjipto, Presiden Direktur Freeport Indonesia belum bersedia untuk menanggapi pertanyaan soal komitmen perusahaannya membangun smelter dan hubungannya dengan perpanjangan kontrak. Namun, sebelumnya, ia pernah menyatakan, Freeport memang akan membangun smelter sendiri dan masih berupaya mengajak Antam dan PT Newmont Nusa Tenggara untuk bekerja sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can