KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi likuiditas perbankan yang kian seret, pemberian bunga spesial untuk simpanan nasabah bagaikan jamu pahit bagai industri perbankan. Bagaimana tidak, meski bisa mendongkrak tingkat likuiditas, pemberian bunga spesial turut meningkatkan beban bunga atau
cost of fund yang dimiliki oleh bank. Seperti diketahui, likuiditas yang ketat masih menjadi bayang-bayang industri perbankan saat ini. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei masih menunjukkan rasio
Loan to Deposit Ratio (LDR) kian mengetat di level 84,80%, lebih tinggi dari posisi bulan sebelumnya di 84,49%.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Nixon L.P. Napitupulu pun mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya juga turut merasakan adanya permintaan suku bunga spesial seiring dengan adanya kenaikan suku bunga acuan. Alhasil, ia lebih menyukai menyebut kondisi likuiditas perbankan saat ini sebagai likuiditas mahal ketimbang likuiditas ketat. Nixon bilang saat ini banyak nasabah BTN yang akhirnya berbondong-bondong dari dana murah untuk memindahkan simpanannya di deposito. Di mana, hal tersebut tentunya membuat kenaikan beban bunga yang tak terbendung.
Baca Juga: Sokongan Pengendali Saham Jadi Kunci Ekspansi Bisnis Sejumlah Bank Asing Ia menyebut kenaikan suku bunga acuan ditambah dengan instrumen SRBI yang diterbitkan BI dengan imbal hasil mencapai 7% telah membuat nasabah-nasabah institusi meminta bunga spesial. Tak main-main, permintaan bunga spesial bisa sampai di atas 7%. “Institusi besar pasti memintanya tinggi-tinggi, bahkan contoh di akhir tahun lalu biddingnya sudah di atas 7%, institusi pemerintah juga mintanya melebihi angka biasanya,” ujar Nixon. Direktur Distribution and Institutional Funding BTN Jasmin pun menambahkan bahwa saat ini total simpanan yang menggunakan bunga spesial ada di kisaran 25% hingga 35% dari total Dana Pihak Ketiga. Dengan DPK per Mei 2024 senilai Rp 360,76 triliun, maka simpanan dengan bunga spesial bisa mencapai 126,6 triliun “Terutama itu diisi oleh nasabah-nasabah lembaga yang sensitif terhadap bunga,” ujar Jasmin. Meski demikian, Jasmin mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya juga mulai mengurangi simpanan-simpanan mahal yang menggunakan bunga spesial tersebut. Salah satunya dengan repricing terhadap nasabah suku bunga tinggi ke rendah saat jatuh tempo. Selain itu, ia menyebutkan adanya diversifikasi nasabah untuk mengurangi ketergantungan terhadap nasabah tertentu dan fokus tingkatkan transaksi baik retail maupun wholesale untuk mendapatkan dana murah dan fee based income. Tak banyak berbeda, EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Hera F. Haryn mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki nasabah korporasi yang juga mendapat bunga deposito spesial. Namun, ia bilang bunga tersebut diberikan sesuai kebutuhan nasabah korporasi yang memenuhi kriteria tertentu dan telah melalui penilaian. Sayangnya, Hera tak mau menyebutkan berapa bunga spesial yang bisa diberikan BCA untuk nasabah-nasabah khusus tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa bunga spesial yang diberikan masih di bawah penjaminan LPS.
Baca Juga: Kualitas Kredit Perbankan Mulai Menunjukkan Tanda Perbaikan “Secara keseluruhan, saat ini suku bunga deposito (dalam rupiah) BCA bervariasi di kisaran 2,00%-3,25%, sesuai dengan tenor yang diambil,” ujar Hera. Tak hanya di bank-bank besar, pemberian bunga spesial tampaknya juga terjadi di bank daerah maupun BPR. Maklum, praktik ini menjadi alternatif utama ketika perbankan sedang dalam kesulitan likuiditas. Direktur Pemasaran PT Bank BPD DIY Agus Tri Murjanto bilang dalam mengelola DPK, khususnya deposito, pihaknya masih mempertimbangkan bunga spesial untuk nasabah dengan jumlah deposito minimal Rp 1 miliar. “Sepanjang rate tersebut masih dapat kita tempatkan kembali dengan spread positif,” ujarnya. Agus bilang bunga spesial yang ditawarkan oleh BPD DIY juga tidak melebihi bunga penjaminan LPS yang di level 4,25%. Ditambah, ia memastikan bahwa jumlah nasabah yang mendapat bunga spesial hanya sekitar 7% dari total DPK saat ini yang sebesar Rp 13,6 triliun. “Core dana kami 60% sampai 70% komposisi berupa tabungan masyarakat tanpa spesial rate,” tambahnya. Selanjutnya, Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha yang akrab disapa Mansu bilang pemberian bunga spesial akan mempertimbangkan likuiditas yang dimiliki. Kalau dibutuhkan pemberian bunga spesial baru dilakukan dengan memperhitungkan margin yang bisa didapat. Dalam memberikan bunga spesial, Mansu bilang bunga yang diberikan bisa dinegosiasi di kisaran 5,6% hingga 6% dari
rate counter sebesar 5,5%. Itupun tergantung nominal simpanan dari nasabah itu sendiri. “Minimal simpanan Rp 500 juta ke atas,” ujarnya.
Baca Juga: Premi Unitlink Masih Terkontraksi pada Mei 2024, Begini Kondisinya Melihat praktik pemberian bunga spesial tersebut, bankir senior yang juga mantan Direktur Utama Maybank Indonesia Taswin Zakaria bilang jika dilihat dari perspektif CoF akan menjadi rugi bagi perbankan. Ditambah, dalam jangka panjang akan ada moral hazard karena bank rentan dipermainkan nasabah yang paham bank butuh likuiditas. “Persaingan likuiditas antar bank sekarang juga akibat permainan
special rate selama ini. Nasabah yang sama muter dari bank ke bank untuk dapatkan bunga tinggi,” ujarnya.
Sementara, jika dilihat dari perspektif kepentingan menjaga likuiditas, Taswin bilang bank tidak punya pilihan banyak selain pemberian bunga spesial daripada kehilangan likuiditas. Menurutnya, pertimbangan pemberian bunga spesial ini juga tergantung bank saat itu sedang
long atau
short liquidity. Ia menyarankan dalam menghadapi kondisi likuiditas, bank seharusnya meningkatkan transaksi. Sebab, ia melihat bank yg menjadi pilihan utama nasabah untuk bertransaksi, tidak perlu memberi bunga spesial. “Endapan dana nasabah untuk keperluan transaksinya cukup menjadi sumber dana murah meski tidak banyak bank yang bisa seperti ini,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .