Demokrat minta Jokowi terima sikap SBY...



JAKARTA. Juru Bicara DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta Presiden Joko Widodo tidak menafsirkan sikap dan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono soal penyadapan sebagai serangan.

"Justru, itu perlu diterima secara wajar sebagai 'a cry for help' yang disampaikan oleh seorang warga negara kepada Presidennya yang ditempatkannya secara terhormat," kata Rachland dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/2).

Hal ini disampaikan Rachland menanggapi Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi. Sebelumnya, Johan menyatakan bahwa Presiden Jokowi tak terkait dengan penyadapan dan proses pengadilan terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.


"Ia salah. Presiden justru terkait dengan isu penyadapan karena sebagai end-user badan intelijen. Presiden adalah pihak pertama yang harus memastikan kontrol demokratik terhadap lembaga-lembaga intelijen," ujar Rachland.

Dengan demikian, lanjut dia, Presiden berkewajiban untuk tanggap terhadap keluhan adanya kemungkinan penyalahgunaan otoritas oleh lembaga yang berada di bawah kontrolnya.

Menurutnya, Presiden Jokowi seharusnya dapat memerintahkan suatu penyelidikan independen terhadap kemungkinan badan-badan intelijen dimanfaatkan secara melanggar hukum untuk kepentingan politik. Hal ini sekaligus menjadi langkah strategis untuk memastikan ketaatan penuh dari badan-badan intelijen terhadap norma hukum dan hak asasi manusia.

"Tanggapan yang benar terhadap masalah sangat serius ini akan ikut menentukan apakah Jokowi sebagai Presiden memenuhi semua syarat sebagai Presiden demokratik," kata Rachland.

Sebelumnya, SBY merasa dirinya disadap. Ia lalu berbicara banyak hal soal penyadapan, salah satunya adanya informasi bahwa komunikasi dirinya disadap. Namun, SBY tidak bisa membuktikannya. Perasaan SBY itu muncul sebagai reaksi atas fakta persidangan kasus Ahok yang disangka menodai agama.

Dalam persidangan, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Hal itu yang ditanyakan pengacara kepada Ma'ruf yang dihadirkan sebagai saksi.

"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" kata Humphrey Djemat, salah satu pengacara Ahok kepada Ma'ruf.

Tim pengacara merasa tidak pernah menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki berupa rekaman atau transkrip percakapan. Bisa saja, menurut tim pengacara, bukti itu berupa kesaksian. Tim pengacara tidak akan mengungkap wujud bukti yang dimiliki selain di pengadilan.

(Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini