Demokrat ngotot 10 syaratnya masuk di RUU Pilkada



JAKARTA. Partai Demokrat masih teguh mempertahankan sikapnya agar 10 poin perbaikan mekanisme Pilkada langsung dimasukkan dalam draf Rancangan Undang-undang Pilkada. Jika semua usulan itu tidak dimasukkan dalam draf, Demokrat akan mengambil sikap nantinya.

"Pilkada langsung dengan syarat yang kami ajukan harus masuk. Kalau ditolak, harus jelas alasannya, dan kita lihat saja nanti," kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (25/9).

Menurut Pohan, seluruh usulan Demokrat layak untuk diterima semuanya. "Pokoknya Pilkada langsung dengan syarat. Kalau ditolak, nanti bisa kita bicarakan," ujarnya.


Pada hari ini DPR akan mengambil keputusan terhadap RUU Pilkada. Sebelumnya, Demokrat memilih opsi Pilkada langsung. Namun, mereka mengajukan 10 syarat. (baca: Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat)

Rapat paripurna akan menjadi penentu mekanisme pemilihan kepala daerah, apakah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Hingga rapat kerja kemarin, masih terlalu banyak perbedaan sikap di antara fraksi-fraksi di Komisi II DPR mengenai RUU Pilkada.

Seperti dikutip harian Kompas, perbedaan sikap itu terlihat saat rapat kerja Komisi II DPR dan pemerintah dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama RUU Pilkada di DPR, Rabu (24/9). Fraksi PDI-P, Partai Hanura, PKB, dan Partai Demokrat memberikan dukungan terhadap mekanisme pilkada langsung oleh rakyat. Fraksi Partai Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Partai Gerindra mendukung pilkada oleh DPRD. Pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Meski mendukung pilkada langsung, Partai Demokrat meminta tiga perbaikan pada draf RUU Pilkada, yaitu uji publik calon kepala daerah yang hasilnya menentukan lulus atau tidaknya calon; kandidat kepala daerah harus ikut bertanggung jawab jika massa pendukungnya ricuh; dan untuk mencegah politisasi birokrasi, petahana tidak memutasi pegawai setahun sebelum pilkada dan kepala daerah terpilih tidak memutasi selama setahun setelah terpilih. Jika tiga hal ini tak diakomodasi, Demokrat akan mendorong opsi ketiga dalam rapat paripurna, selain opsi pilkada langsung dan pilkada tidak langsung.

Selain mekanisme pilkada, perbedaan sikap terlihat pada syarat calon kepala daerah, yaitu terkait ikatan perkawinan dan darah dengan petahana untuk mencegah politik dinasti. Demokrat dan Gerindra meminta calon tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis lurus satu tingkat ke atas, bawah, dan samping dengan petahana. Adapun Partai Golkar, PDI-P, dan PKB meminta istri atau suami petahana dilarang, sedangkan anak dan saudara tidak dilarang.

Perbedaan juga masih terlihat dalam menyikapi siapa yang dipilih saat pilkada, apakah kepala dan wakil kepala daerah (satu paket) atau hanya kepala daerah, sedangkan wakilnya dipilih oleh kepala daerah terpilih.

Bagi fraksi pendukung pilkada langsung, masih ada perbedaan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara. PKB mendukung rekapitulasi suara dari TPS langsung ke KPU. PDI-P ingin rekapitulasi berjenjang seperti selama ini, dari TPS ke desa, kecamatan, dan berakhir di KPU. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto