Demokrat: Patrialis jangan dikaitkan dengan SBY



JAKARTA.  Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan meminta kasus yang menjerat Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar tidak dikaitkan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Syarief mengakui bahwa Patrialis merupakan hakim konstitusi yang ditunjuk SBY saat masih menjabat Presiden pada 2013 silam. Sebelumnya, SBY juga mempercayakan Patrialis sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Namun, Syarief meminta hal itu tidak dihubungkan dengan penangkapan Patrialis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru terjadi.


"Enggak ada kaitannya dong. Kenapa kok masalah lalu yang dikait-kaitkan, sementara kejadiannya sekarang. Kan enggak ada relevansinya," kata Syarief saat dihubungi, Minggu (29/1).

Syarief menjelaskan, penunjukan Patrialis sebagai hakim MK oleh SBY juga sudah sesuai prosedur. Patrialis, kata dia, merupakan hakim MK dari unsur pemerintah sehingga tidak wajib melalui uji kepatutan dan kelayakan.

"Sebenarnya peraturan Undang-undangnya begitu. Kalau enggak setuju ya UU-nya di-judicial review," kata Syarief.

Syarief mengingatkan bahwa Patrialis tidak pernah bergabung dan menjadi politisi Demokrat. Ia adalah mantan politisi Partai Amanat Nasional.

"Enggak ada kaitannya dengan Demokrat. Patrialis kan eks-politisi PAN, tanya ke PAN, jangan tanya ke Demokrat," ucap Syarief.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono sebelumnya menilai, Patrialis Akbar membawa banyak beban di pundaknya saat ia ditunjuk sebagai hakim Mahkamah Konstitusi pada 2013. Sebab, ia merupakan Hakim MK yang langsung ditunjuk oleh presiden ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dia (Patrialis) menanggung beban pada kepercayaan yang diberikan Presiden waktu itu, Pak SBY," kata Harjono kepada Kompas.com, Jumat (27/1).

Apalagi, kata Harjono, pengangkatan Patrialis itu juga sempat dipermasalahkan oleh sejumlah pihak.

Proses pemilihan Patrialis dianggap tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat. Padahal, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur mengenai pencalonan hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif.

Keputusan Presiden No 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis juga digugat dan dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun pemerintah banding dan keputusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan juga Mahkamah Agung.

"Kita tahu semua, bukan rahasia umum, dulu ada yang persoalkan kenapa tidak dipilih secara transparan. Tidak ada panitia seleksinya," ucapnya. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie