JAKARTA. Mahkamah Konstitusi secara resmi telah membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Menindaklanjuti putusan ini, pengalihan tugas pengelolaan kegiatan hulu migas yang sebelumnya ditangani BP Migas dialihkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Teuku Riefky Harsya meyakini kedua Peraturan Menteri ESDM Nomor 3135 dan nomor 3136 Tahun 2012, untuk sementara waktu dapat menjawab kekhawatiran pelaku industri Migas. Selain itu menurut Riefky, kedua Permen ini juga bisa menjawab kekhawatiran publik terhadap terganggunya kegiatan produksi migas dan devisa terbesar negara dari sektor migas yang dapat berdampak kepada pembiayaan pembangunan nasional. Kedua Permen ESDM ini pada intinya mengatur lebih jelas tentang pengalihan tugas, fungsi dan organisasi dari BP Migas ke Satuan Kerja Sementara (SKS) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, kedua Permen itu juga dinilai telah mengatur pengalihan pejabat dan karyawan mantan BP migas ke dalam satuan kerja sementara tersebut. "Dengan terbentuknya satuan kerja sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas di bawah Kementerian ESDM serta terisinya struktur organisasi oleh para deputi dan mantan karyawan BP Migas yang siap bekerja dan berpengalaman di sektor Migas, maka kegiatan produksi migas nasional sudah dapat berjalan kembali saat Permen tersebut disahkan Jumat (16/11) lalu," kata Riefky melalui pesan singkat pada Rabu (21/11). Anggota Komisi VII DPR ini mengatakan, sambil menunggu regulasi permanen terkait pengelolaan sektor Migas nasional, pemerintah melalui Satker Kementerian ESDM tersebut dapat mempertahankan hal-hal yang pernah menjadi keberhasilan BP Migas. Di antaranya, kata Riefky, adalah menekan laju penurunan produksi minyak bumi dari 12% per tahun menjadi sekitar 3% per tahun dalam 10 tahun terahir. Selain itu, melalui Satker ini pemerintah seharusnya dapat mempertahankan tingkat produksi migas nasional dalam periode 2001 sampai 2011, yang berada di kisaran 2,25 juta barel atau setara minyak per hari hingga 2,63 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). "Pelaku Migas di Indonesia tidak hanya pihak swasta asing, tetapi juga swasta nasional, BUMD dan BUMN yang memerlukan kepastian hukum untuk keberlanjutan operasi produksi Migas yang investasinya sangat mahal dan penuh risiko," tandas Riefky. Sebab, porsi gas untuk kebutuhan domestik dalam delapan tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, porsi kebutuhan domestik hanya 1.480 BBTUD. Angka ini melonjak menjadi 3.497 BBTUD di tahun 2011. Selain itu, target penerimaan negara dari sektor hulu migas juga selalu mencapai angka di atas 55% dari gross revenue. Kenaikan ini juga diiringi peningkatan investasi yang cukup tinggi, yaitu US$ 11 miliar pada 2010, US$ 14 miliar di 2011 dan diproyeksikan mencapai US$ 15 miliar di 2012. Sebelumnya, MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas melalui putusan pengujian Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Atas putusan ini, maka fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah c.q. kementerian terkait, sampai terbitnya UU Migas yang baru. Menanggapi putusan MK ini, Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2012, yang intinya mengatur pelaksanaan tugas, fungsi dan Organisasi BP Migas dialihkan kepada Menteri ESDM. Selain itu, segala kontrak tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir dan juga seluruh proses pengelolaan kegiatan yang sedang ditangani BP Migas dilanjutkan oleh Menteri ESDM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Demokrat: Saker Migas bisa hentikan kekhawatiran
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi secara resmi telah membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Menindaklanjuti putusan ini, pengalihan tugas pengelolaan kegiatan hulu migas yang sebelumnya ditangani BP Migas dialihkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Teuku Riefky Harsya meyakini kedua Peraturan Menteri ESDM Nomor 3135 dan nomor 3136 Tahun 2012, untuk sementara waktu dapat menjawab kekhawatiran pelaku industri Migas. Selain itu menurut Riefky, kedua Permen ini juga bisa menjawab kekhawatiran publik terhadap terganggunya kegiatan produksi migas dan devisa terbesar negara dari sektor migas yang dapat berdampak kepada pembiayaan pembangunan nasional. Kedua Permen ESDM ini pada intinya mengatur lebih jelas tentang pengalihan tugas, fungsi dan organisasi dari BP Migas ke Satuan Kerja Sementara (SKS) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, kedua Permen itu juga dinilai telah mengatur pengalihan pejabat dan karyawan mantan BP migas ke dalam satuan kerja sementara tersebut. "Dengan terbentuknya satuan kerja sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas di bawah Kementerian ESDM serta terisinya struktur organisasi oleh para deputi dan mantan karyawan BP Migas yang siap bekerja dan berpengalaman di sektor Migas, maka kegiatan produksi migas nasional sudah dapat berjalan kembali saat Permen tersebut disahkan Jumat (16/11) lalu," kata Riefky melalui pesan singkat pada Rabu (21/11). Anggota Komisi VII DPR ini mengatakan, sambil menunggu regulasi permanen terkait pengelolaan sektor Migas nasional, pemerintah melalui Satker Kementerian ESDM tersebut dapat mempertahankan hal-hal yang pernah menjadi keberhasilan BP Migas. Di antaranya, kata Riefky, adalah menekan laju penurunan produksi minyak bumi dari 12% per tahun menjadi sekitar 3% per tahun dalam 10 tahun terahir. Selain itu, melalui Satker ini pemerintah seharusnya dapat mempertahankan tingkat produksi migas nasional dalam periode 2001 sampai 2011, yang berada di kisaran 2,25 juta barel atau setara minyak per hari hingga 2,63 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). "Pelaku Migas di Indonesia tidak hanya pihak swasta asing, tetapi juga swasta nasional, BUMD dan BUMN yang memerlukan kepastian hukum untuk keberlanjutan operasi produksi Migas yang investasinya sangat mahal dan penuh risiko," tandas Riefky. Sebab, porsi gas untuk kebutuhan domestik dalam delapan tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, porsi kebutuhan domestik hanya 1.480 BBTUD. Angka ini melonjak menjadi 3.497 BBTUD di tahun 2011. Selain itu, target penerimaan negara dari sektor hulu migas juga selalu mencapai angka di atas 55% dari gross revenue. Kenaikan ini juga diiringi peningkatan investasi yang cukup tinggi, yaitu US$ 11 miliar pada 2010, US$ 14 miliar di 2011 dan diproyeksikan mencapai US$ 15 miliar di 2012. Sebelumnya, MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas melalui putusan pengujian Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Atas putusan ini, maka fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah c.q. kementerian terkait, sampai terbitnya UU Migas yang baru. Menanggapi putusan MK ini, Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2012, yang intinya mengatur pelaksanaan tugas, fungsi dan Organisasi BP Migas dialihkan kepada Menteri ESDM. Selain itu, segala kontrak tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir dan juga seluruh proses pengelolaan kegiatan yang sedang ditangani BP Migas dilanjutkan oleh Menteri ESDM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News