JAKARTA. Ketua Fraksi Demokrat DPR, Nurhayati Ali Assegaf, menegaskan, Revisi UU Pemilihan Presiden (Pilpres) tak perlu dilanjutkan. Menurut Nurhayati, tidak ada satu pun alasan yang memberikan dasar bahwa revisi tersebut sangat mendesak dilakukan. Nurhayati menegaskan bahwa Undang-Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masih sangat relevan menjadi payung hukum penyelenggaraan Pilpres 2014. "Jadi, tidak ada hal yang urgen yang membuat revisi UU Pilpres wajib dilakukan," jelas Nurhayati saat ditemui Kontan sebelum menghadiri Sidang Paripurna di Gedung DPR, Selasa (9/7). Nurhayati bilang, Demokrat sama sekali tak berkeberatan dengan ketentuan Presidential Treshold (PT) yang sangat tinggi seperti tertuang di UU Pilpres lama. Menurutnya, besaran PT 20 % sama sekali bukan momok bagi Demokrat. "UU Pilpres itu dibuat pada DPR periode lalu. Waktu itu perolehan suara Demokrat cuma 7%. Jadi hal ini tidak masalah bagi kami sejak lama," jelas Nurhayati. Sikap Fraksi Demokrat itu sejalan dengan Fraksi PDIP. Menurut Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani, posisi PDIP tegas menolak revisi UU Pilpres dilanjutkan. Adapun Fraksi yang mendorong revisi UU Pilpres dilakukan sejauh ini adalah PKS dan Hanura. Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid meminta dilakukan revisi menyangkut larangan rangkap jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta pembatasan dana kampanye dan iklan di media massa. Nasib kelanjutan revisi UU Pilpres sendiri rencananya akan ditentukan oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR, Pukul 15.00 WIB hari ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Demokrat tolak revisi UU Pilpres
JAKARTA. Ketua Fraksi Demokrat DPR, Nurhayati Ali Assegaf, menegaskan, Revisi UU Pemilihan Presiden (Pilpres) tak perlu dilanjutkan. Menurut Nurhayati, tidak ada satu pun alasan yang memberikan dasar bahwa revisi tersebut sangat mendesak dilakukan. Nurhayati menegaskan bahwa Undang-Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masih sangat relevan menjadi payung hukum penyelenggaraan Pilpres 2014. "Jadi, tidak ada hal yang urgen yang membuat revisi UU Pilpres wajib dilakukan," jelas Nurhayati saat ditemui Kontan sebelum menghadiri Sidang Paripurna di Gedung DPR, Selasa (9/7). Nurhayati bilang, Demokrat sama sekali tak berkeberatan dengan ketentuan Presidential Treshold (PT) yang sangat tinggi seperti tertuang di UU Pilpres lama. Menurutnya, besaran PT 20 % sama sekali bukan momok bagi Demokrat. "UU Pilpres itu dibuat pada DPR periode lalu. Waktu itu perolehan suara Demokrat cuma 7%. Jadi hal ini tidak masalah bagi kami sejak lama," jelas Nurhayati. Sikap Fraksi Demokrat itu sejalan dengan Fraksi PDIP. Menurut Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani, posisi PDIP tegas menolak revisi UU Pilpres dilanjutkan. Adapun Fraksi yang mendorong revisi UU Pilpres dilakukan sejauh ini adalah PKS dan Hanura. Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid meminta dilakukan revisi menyangkut larangan rangkap jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta pembatasan dana kampanye dan iklan di media massa. Nasib kelanjutan revisi UU Pilpres sendiri rencananya akan ditentukan oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR, Pukul 15.00 WIB hari ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News