KONTAN.CO.ID - Pandemi Covid-19 adalah hal yang tidak biasa bagi seluruh dunia. Keberadaan virus Covid-19 muncul begitu saja dan tidak diprediksikan oleh siapapun di muka bumi ini serta menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat. Negara-negara pun segera mengambil kebijakan tersendiri untuk memberantas pandemi ini. Penyebarannya sangat cepat bak hoaks yang menyebar tanpa disaring terlebih dahulu melalui grup WhatsApp netizen di negeri Wakanda. Di Indonesia, pandemi Covid-19 telah melanda selama dua tahun lebih dan menyerang ke berbagai sektor terutama kesehatan hingga disusul ke sektor perekonomian, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Indonesia sendiri telah sangat banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dikhususkan untuk melindungi kehidupan bermasyarakat. Di bidang perekonomian, pemerintah menciptakan kebijakan berupa tambahan penghasilan bagi tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19, kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT), kebijakan insentif perpajakan dan kebijakan-kebijakan lainnya. Pemulihan dari pandemi ini memerlukan pendanaan yang sangat banyak. Pemerintah terus memikirkan caranya bagaimana untuk menggali potensi sebagai upaya meningkatkan pemasukan dana yang sangat diperlukan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di negara ini. Penulis menyimpulkan dari latar belakang tersebut, maka pemerintah menghadirkan suatu program dalam bidang perpajakan yang bernama Program Pengungkapan Sukarela (PPS). PPS pertama kali diperkenalkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2021. PPS merupakan program inisiasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menuntaskan kewajiban perpajakan yang belum terselesaikan dengan membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) ke kas negara berdasarkan pengungkapan harta. PPS berlaku sejak 1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022 sehingga wajib pajak diharapkan dapat memanfaatkan program ini dengan baik. Adapun PPS sendiri terdiri dari dua kebijakan yaitu Kebijakan I dan Kebijakan II.
- Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar); dan
- Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
- Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap; dan
- Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.