KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi minyak Indonesia semakin hari menunjukkan penurunan. Menurut pemaparan SKK Migas, per-Juni 2021 rata-rata produksi minyak sudah di bawah dari 700.000 barel per hari. Tentu hal ini cukup mengkhawatirkan karena tingkat konsumsi minyak terus meningkat. Penurunan volume produksi diikuti dengan turunnya realisasi pemboran eksplorasi membuat sejumlah pihak meragukan target produksi 1 juta barel minyak di 2030. Salah satunya, praktisi migas yang juga mantan Kepala SKK Migas, Rudy Rubiandini. Rudy menilai target 1 juta barel per hari bisa saja tercapai, dengan catatan tidak menggunakan timeline waktu seperti saat ini. "Kalau di 2030 yang hanya tersisa 8 tahun saja, target ini tidak mungkin karena proyek yang on stream tidak ada yang bisa mendongkrak produksi," ujarnya dalam webinar, Kamis (8/7).
Rudy bilang, untuk mengetahui produksi migas dalam beberapa tahun mendatang, maka cukup dilihat proyek yang sedang berjalan saat ini. "Memang faktanya Indonesia tidak mempunyai rencana yang dapat meningkatkan produksi signfikan," ujarnya. Baca Juga: SKK Migas: Proyek Tangguh Train 3 berpotensi mundur ke 2022 Adapun bila mencari dari basin lain yang baru dari kegiatan eksplorasi dan semisal anggap saja berhasil ditemukan giant field, kemungkinan baru bisa menghasilkan minyak 20 tahun hingga 30 tahun mendatang. Namun, menurut Rudy, hal ini akan sulit didapatkan saat ini karena masih banyak faktor yang membuat investor global enggan masuk ke Indonesia. "Saat ini sulit bagi pengusaha migas internasional besar yang memiliki banyak uang untuk mau datang ke Indonesia dalam waktu dekat. Mereka menimbang dari beberapa aspek, mulai dari segi teknis, administratif, maupun politis di dalam negeri," ujarnya. Menurut Rudy, satu-satunya cara untuk bisa meningkatkan minat investor ke Indonesia adalah dengan membuat investasi yang atraktif. "Satu-satunya cara untuk bisa atraktif, SKK Migas harus diberikan kekuasaan penuh untuk menentukan apapun terutama penentuan berapa persen bagi hasil (split). Ini harus menjadi hak prerogatif SKK Migas," kata Rudy. Ia menyebutkan, banyak orang di SKK Migas yang pintar menghitung keekonomian dan split yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya upaya ini, investor dari luar akan banyak datang ke dalam negeri. "Namun, masalahnya, siapa yang kemudian berani mengubah kewenangan ini? Selama ini tidak terjadi, mimpi untuk mencapai 1 juta barel bisa jadi hanya benar-benar menjadi mimpi," tandasnya. Nanang Abdul Manaf, Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKK Migas Bidang Operasional mengatakan, ketika tim SKK Migas mencanangkan rencana jangka panjang bahwa pada 2030 ingin mencapai produksi 1 juta barel minyak, tentu punya sumber dan data yang yang sudah diperhitungkan. "Ada 4 faktor yang membuat target tersebut bisa tercapai. Pertama, dari sumber eksisting harus dijaga supaya produksi tidak turun tajam. Memang tidak signifikan mendongrak produksi, tetapi dapat mempertahankan decline," jelasnya dalam kesempatan yang sama.