Denny bela Pertamina EP dalam kasus Bangkalan



JAKARTA. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana membela Pertamina EP dalam kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan Madura, Jawa Timur. Denny merupakan salah satu komisaris di anak usaha PT Pertamina (Persero) itu, menepis dugaan keterlibatan perusahaannya dalam kasus tersebut.

"Yang saya tahu itu lebih terkait pada Pertamina yang lain. Anak usaha Pertamina yang lain, bukan Pertamina EP," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/12).

Denny yang belum setahun menduduki posisi jajaran komisaris Pertamina EP menyatakan, perusahaannya tidak memiliki kaitan langsung dengan kasus yang menjerat Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron tersebut. "Itu beda perusahaan. Kan itu dua anak perusahaan yang berbeda," kilahnya.


Kemarin, KPK memeriksa mantan Presiden Direktur PT Pertamina EP, Tri Siwindono dan Direktur PT Pertamina EP, Haposan Napitupulu dalam kasus tersebut. Namun keduanya enggan menjawab mengenai kontrak jual beli gas dengan PT Media Karya Sentosa (MKS) untuk pembangkit listrik di Bangkalan.

Terkait hal itu, Denny malah mengatakan bahwa sejatinya soal operasional, jajaran direksi yang lebih memahami. "Yang lebih paham itu teman-teman direksi. Yang lebih paham kalau operasional itu teman-teman direksi," ujarnya.

PT MKS merupakan perusahaan swasta yang bekerja sama dengan BUMD di Bangkalan, PD Sumber Daya dan juga dengan pemerintah Kabupaten Bangkalan terkait jual beli gas untuk pembangkit listrik ke Gresik dan Gili Timur. PD Sumber Daya disebut-sebut sebagai perusahaan kamuflase yang dibangun untuk membeli gas itu.

Sementara itu, dua perusahaan ini bertugas membangun pipa jaringan distribusi gas dari blok eksplorasi West Madura Offshore yang hak kelolanya dipeganh oleh PT Pertamina Hulu Energy (PHE). Selanjutnya, PHE menunjuk Pertamina EP untuk mengurusi distribusi gas itu.

Adapun kontrak kerja sama diteken sejak 2007 oleh Fuad, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan. Namun, sejak penandatanganan kerjasama tersebut, hingga kini pipa jaringan pun tak juga dibangun.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Fuad Amin Imron, Antonio Bambang Djatmiko selaku Direktur PT MKS, ajudan Fuad yang bernama Rauf, dan anggota TNI Angkatan Laut Kopral Satu TNI Darmono.

Fuad dan Rouf dikategorikan sebagai penerima suap, sedangkan Antonio dikategorikan sebagai pemberi suap. Untuk kasus Darmono, proses hukumnya dilimpahkan ke peradilan militer, yakni Polisi Militer TNI Angkatan Laut (Pom AL).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan