JAKARTA. Pemerintah memakai pelbagai cara menggenjot kinerja ekspor. Untuk menggenjot ekspor kayu, misalnya, Departemen Kehutanan (Dephut) menurunkan siklus tebangan kayu di hutan alam menjadi 30 tahun. Selain itu Dephut juga menurunkan batas bawah diameter pohon yang boleh ditebang menjadi 40 centimeter (cm). Pelonggaran tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No.P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Produksi. Ini perubahan pertama sejak 30 tahun silam.Dephut mengambil langkah ini untuk mendorong ekspor industri pengolahan kayu beberapa tahun terakhir memang lesu. Lesunya ekspor membuat target tebangan lestari hutan alam tak pernah tercapai. "Akhirnya, kami memutuskan bakal menambah pasok log dengan mengeluarkan Permenhut ini," kata Dirjen Bina Produksi Kehutanan Dephut Hadi Daryanto.Hadi bilang, keputusan Pemerintah ini sudah melewati kajian ilmiah pakar silvikultur nasional. Bahkan, kajian aslinya mengusulkan diameter tebangan diturunkan jadi 30 cm. Tapi, “Untuk mencegah pengurasan sumber daya hutan, kami tetapkan diameter tebangan 40 cm,” ujarnya.Hadi bilang, sebenarnya, batas diameter tebangan 40 cm ini masih konservatif. Sebab, dengan diameter tebangan 30 cm saja, nilai ekologis hutan masih mampu dipertahankan. Hadi mengakui ada kekhawatiran beberapa pihak soal dampak buruk penurunan batas tebangan ini. Tapi dia menepis kekhawatiran yang berlebihan. Menurutnya, penurunan batas diameter justru akan mencegah pembalakan liar (ilegal logging). "Industri tak perlu lagi tergoda membeli kayu ilegal kecil-kecil karena diameter yang legal pun sudah diturunkan," tandasnya.Namun, industri kayu tak langsung merespon kebijakan pelonggaran ini lantaran pasar ekspor lagi lesu. Meski begitu, aturan ini bakal mengantisipasi kondisi nanti. “Krisis kan pasti berakhir. Saya yakin, nanti permintaan kayu akan meningkat,” kata Hadi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dephut Longgarkan Aturan Ekspor Kayu
JAKARTA. Pemerintah memakai pelbagai cara menggenjot kinerja ekspor. Untuk menggenjot ekspor kayu, misalnya, Departemen Kehutanan (Dephut) menurunkan siklus tebangan kayu di hutan alam menjadi 30 tahun. Selain itu Dephut juga menurunkan batas bawah diameter pohon yang boleh ditebang menjadi 40 centimeter (cm). Pelonggaran tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No.P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Produksi. Ini perubahan pertama sejak 30 tahun silam.Dephut mengambil langkah ini untuk mendorong ekspor industri pengolahan kayu beberapa tahun terakhir memang lesu. Lesunya ekspor membuat target tebangan lestari hutan alam tak pernah tercapai. "Akhirnya, kami memutuskan bakal menambah pasok log dengan mengeluarkan Permenhut ini," kata Dirjen Bina Produksi Kehutanan Dephut Hadi Daryanto.Hadi bilang, keputusan Pemerintah ini sudah melewati kajian ilmiah pakar silvikultur nasional. Bahkan, kajian aslinya mengusulkan diameter tebangan diturunkan jadi 30 cm. Tapi, “Untuk mencegah pengurasan sumber daya hutan, kami tetapkan diameter tebangan 40 cm,” ujarnya.Hadi bilang, sebenarnya, batas diameter tebangan 40 cm ini masih konservatif. Sebab, dengan diameter tebangan 30 cm saja, nilai ekologis hutan masih mampu dipertahankan. Hadi mengakui ada kekhawatiran beberapa pihak soal dampak buruk penurunan batas tebangan ini. Tapi dia menepis kekhawatiran yang berlebihan. Menurutnya, penurunan batas diameter justru akan mencegah pembalakan liar (ilegal logging). "Industri tak perlu lagi tergoda membeli kayu ilegal kecil-kecil karena diameter yang legal pun sudah diturunkan," tandasnya.Namun, industri kayu tak langsung merespon kebijakan pelonggaran ini lantaran pasar ekspor lagi lesu. Meski begitu, aturan ini bakal mengantisipasi kondisi nanti. “Krisis kan pasti berakhir. Saya yakin, nanti permintaan kayu akan meningkat,” kata Hadi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News