DepokMobi: Jembatan pemasaran aplikasi lokal



Sebagai pengguna smartphone, Anda tentu sudah tidak asing dengan pelbagai aplikasi di ponsel. Bahkan, bisa jadi Anda kerap mengunduh beragam aplikasi untuk memperkaya fungsi ponsel Anda. Saat ini ada jutaan aplikasi telepon seluler tersedia.

Tak sedikit aplikasi ponsel tersebut adalah buatan anak bangsa. Cuma, tak mudah bagi pengembang alias developer lokal untuk memasarkan aplikasi mereka. Padahal, aplikasi anak negeri enggak kalah, lo, dengan made in luar negeri.

Berangkat dari kesulitan developer lokal memasarkan aplikasi mobile-nya, lahirlah DepokMobi pada Oktober 2011 lalu. Komunitas ini menjadi wadah bagi para penggiat dunia mobile, terutama pengembang aplikasi mobile untuk saling berbagi. “Sekaligus DepokMobi menjadi jembatan untuk memasarkan aplikasi mobile buatan anggota DepokMobi,” kata Putra Setia Utama, salah satu penggagas komunitas ini.


Menurut Putra, produk lokal susah menembus pasar aplikasi mobile lantaran mainstream masyarakat kita yang masih menganggap aplikasi buatan asing lebih bagus. “Ini salah dan harus diubah, makanya pembentukan DepokMobi juga untuk mengikis anggapan itu,” tegas Putra yang juga merupakan Chief Executive Officer TecnoJurnal.com ini.

DepokMobi memang punya cita-cita besar, yakni ingin memajukan dan menggenjot angka penjualan aplikasi mobile lokal. Soalnya, pasar aplikasi mobile di Indonesia saat ini masih didominasi produk luar.

Itu sebabnya, komunitas ini menggandeng sejumlah perusahaan ternama, seperti Nokia, Research In Motion (RIM), Microsoft, dan Rovio, publisher game mobile Angry Birds.

Jembatan untuk memasarkan aplikasi mobile anggotanya tertuang dalam kegiatan bertajuk DepokMobi Meetup. Ajang ini mempertemukan pengembang aplikasi mobile yang menjadi anggota DepokMobi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Dalam meetup, anggota akan mempresentasikan karya-karyanya.

Kegiatan ini berlangsung rutin hampir setiap bulan. Sejak berdiri, komunitas ini sudah menggelar meetup sebanyak 14 kali. Rencananya, meetup ke-15 diadakan akhir Juni 2013 nanti. “Meetup menjadi event penting kami dan sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota komunitas,” ungkap Putra.

Tapi, meetup tidak cuma menjadi jembatan untuk memasarkan aplikasi mobile anggota komunitas ini. Di acara ini juga ada acara diskusi yang mengangkat tema seputar dunia mobile, dengan menghadirkan pembicara dari perusahaan-perusahaan teknologi. Contoh, dalam meetup keempat dengan tajuk How to Get Rich with Apps for the Next Billions, Januari 2012 lalu, hadir sebagai pembicara Narenda Wicaksono dari Nokia Indonesia dan Risman Adnan dari Microsoft Indonesia.

Dalam acara itu, enam pengembang aplikasi mobile anggota DepokMobi unjuk gigi mempertunjukkan karyanya. Misalnya, OnePlatform mempresentasikan RuangKelas.com, semacam jejaring sosial yang di dalamnya juga terdapat e-learning. Kemudian, Hoodemia memperlihatkan aplikasi Hoodemia versi 2.0, sistem akademik yang berjalan di perangkat mobile. Sedangkan Tanoshii Studio mempertontonkan dua game pendidikan anak.

Hasilnya, sejumlah aplikasi mobile karya anggota DepokMobi nongol di toko aplikasi ternama. Ambil contoh, produk game besutan Studio Independent yaitu Michi Michi Panic resmi nangkring di etalase Nokia Store pada 14 Maret 2012. Lalu, aplikasi game puzzle buatan Chocoarts dengan nama Flow The Cloud menjadi barang dagangan Apple Store.

Selain meetup, Firman Nugraha yang juga menjadi pendiri DepokMobi bilang bahwa mereka menggelar kegiatan yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi. Contohnya, tahun lalu, mereka mengadakan acara 24 Hour Coding Nokia Asha with DepokMobi di Wisma Makara Univeristas Indonesia. Di acara ini, anggota komunitas mendapatkan kesempatan menjajal Nokia Asha 300 atau 303 sebagai perangkat buat mencoba aplikasi yang mereka kembangkan.

Tidak harus dari Depok

Walau mengusung nama Depok, komunitas ini terbuka bagi siapa saja yang tertarik dengan dunia mobile. Peminatnya tidak harus berdomisili di Depok, tapi juga kota-kota lain. Makanya, anggota komunitas ini ada yang berasal dari Jakarta, Bogor, Bandung, dan Yogyakarta.

Anggota komunitas ini juga tidak terbatas dari pengembang aplikasi mobile atau penggiat dunia mobile, tapi juga individu yang mau belajar tentang dunia mobile. Tak heran, banyak mahasiswa yang bergabung dengan DepokMobi atau sekadar menjadi peserta meetup. Apalagi, acara meetup tidak dipungut bayaran alias gratis.

Chocoarts, salah satunya. Pengembang aplikasi ini sudah menjadi anggota DepokMobi sejak 2011. “Kami sangat terbantu dengan adanya komunitas teknologi semacam DepokMobi,” kata Sely Haudy, Developer Manager Chocoarts.

Soalnya, dari networking yang dibangun DepokMobi, Chocoarts bisa kenal dengan banyak pemain di dunia digital, mulai advertiser, platform holder, developer, hingga user. Oleh karena itu, Sely berharap, lewat komunitas ini, aplikasi mobile buatan anak negeri makin dikenal dan mendapat apresiasi dari masyarakat.

Ikhlas Risandy, developer Studio Independent, pengembang aplikasi mobile yang juga menjadi anggota komunitas ini, menimpali, DepokMobi juga menjadi jembatan bagi kawula muda yang hobi mengutak-atik aplikasi mobile untuk terus mengasah kemampuannya sambil menangkap peluang bisnis. “Kalau ada satu anggota yang mempresentasikan karyanya, tentu membuat panas yang lain. Mereka tertantang untuk menciptakan karya yang lebih kreatif lagi,” ujarnya.

Memang, Ikhlas mengakui, kendala utama yang dihadapi pengembang aplikasi mobile lokal adalah pemasaran. Kalau secara teknikal, kreativitas, dan inovasi, produk dalam negeri tidak ketinggalan dengan produk impor. “Marketing jadi hambatan utama karena pemasaran produk butuh promosi dan biaya besar,” imbuh dia. Soalnya, kebanyakan pengembang aplikasi mobile lokal mulai dari nol dan mandiri, tanpa dukungan pihak lain serta permodalan yang belum kuat.

Siapa lagi yang mau bergabung dengan DepokMobi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari