Deposan bergembira, debitur silakan menderita



JAKARTA. Persaingan berebut dana pihak ketiga (DPK) semakin sengit. Demi mengamankan likuiditas tahun depan, sebagian bank rela membayar simpanan nasabah lebih mahal.

Tengok saja, beberapa bank bahkan berani mengerek bunga deposito hingga melebihi tingkat suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dipatok di level 7,25%. Mengutip data Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia (BI) Jumat (6/12). Bank OCBC NISP, misalnya, menawarkan suku bunga deposito tenor 1 bulan sebesar 8%. Sementara Bank Mayora menawarkan 7,875% (lihat tabel).

Perlombaan memasok likuiditas di pengujung tahun ini sejatinya cukup aneh. Memang, pertumbuhan kredit hingga September 2013 sebesar 23,18% lebih cepat ketimbang penghimpunan DPK yang cuma  tumbuh 15,6%.


BI memperkirakan pertumbuhan kredit tahun depan bakal melambat di kisaran 15%-17%. Penghimpunan DPK diperkirakan tumbuh di kisaran yang sama. Artinya, dengan mekarnya suku bunga DPK, apakah pertanda likuiditas perbankan semakin mengetat di tahun depan?

Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati  Surjaudaja, mengatakan, bank mengerek bunga deposito lantaran kondisi likuiditas industri perbankan ke depan bakal ketat. Hal itu   terlihat dari di semakin tingginya rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) perbankan.

Menurut Parwati, likuiditas OCBC NISP masih aman lantaran memiliki secondary reserve di atas 20%. Namun, "Kami ingin menjaga likuiditas ke depan karena kondisi makro masih banyak ketidakpastian," kata Parwati

Lani Darmawan, Direktur Ritel Bank Internasional Indonesia (BII), mengatakan, kenaikan suku bunga deposito sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan alias BI rate dan harga di pasar saat ini. Meski likuiditas BII masih terjaga, "Likuiditas di pasar mulai ketat seiring kebijakan BI menentukan LDR lebih rendah," kata Lani.

Wakil Presiden Direktur Bank CIMB Niaga, James Rompas, sepakat kenaikan bunga deposito bukan lantaran bank kesulitan likuiditas. Namun, semata-mata lantaran persaingan di pasar. Persaingan pasar inilah, kata Irfan Oeji, Direktur Utama Bank Mayora, yang mengakibatkan likuiditas ketat.

Mekarnya suku bunga DPK tentu menyebabkan deposan besar bergembira. Sementara, masyarakat yang memiliki utang di bank harus menderita lantaran harus membayar cicilan lebih mahal karena suku bunga makin tinggi.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo