KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan masih mampu menghimpun dana pihak ketiga perbankan untuk valuta asing (valas) mengalami pertumbuhan 7,3%
year on year (yoy) menjadi Rp 989,3 triliun per Juni 2022. Kendati demikian, khusus deposito valas mengalami kontraksi 8% yoy menjadi Rp 282,5 triliun. Disinyalir, merosotnya jumlah deposito ini lantaran bunga penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya sebesar 0,25% untuk simpanan valuta asing di bank umum. Ini membuat peluang deposan kabur ke luar negeri untuk mencari margin yang lebih tinggi. Melihat hal ini, Kepala LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan terdapat beberapa aspek yang membuat LPS mempertahankan bunga penjamin itu tetap rendah. Pertama, LPS melihat pencakupan simpanan rupiah atau valas masih tinggi di atas 90% dengan tingkat bunga yang berlaku.
Rinciannya, cakupan penjaminan valas sekarang 98,5% dari total rekening valas di Juni 2022. Meningkat dibandingkan Januari 2022 hanya 98,2%.
Baca Juga: Gencar Salurkan Kredit, Laba Allo Bank (BBHI) Melesat 557% pada Semester I “Jadi jumlah rekening valas yang dijamin oleh LPS malah bertambah, bukan keluar. Kedua kebijakan LPS selalu sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang ingin dorong pertumbuhan ekonomi, dengan menjaga biasa dana atau
cost of fund,” ujar Purbaya pada Senin (1/8). Lebih lanjut, Purbaya mengklaim belum ada indikasi yang kuat yang menunjukkan simpanan perbankan mengalir ke luar negeri. Sebab, data LPS menunjukkan dana DPK valas di perbankan masih tumbuh. Bahkan, ada pergeseran DPK dari deposito ke giro. Pada Januari 2022, deposito valas capai US$ 21,42 miliar di Juni 2022 menjadi US$ 19,94 miliar. Sedangkan Giro pada Januari US$ 36,48 miliar di Juni naik US$ 37,55 miliar. “Memang ada pergeseran dari deposito ke giro. Ini gambarkan ekonomi yang ekspansi, orang yang terima bunga saja, melihat bisnis, mereka pindahkan ke giro. Ini sinyal ekonomi positif kita akan tumbuh ke depannya dalam waktu dekat,” papar Purbaya. Selain itu, LPS tidak mengerek bunga penjaminan valas agar tidak memberi insentif deposan valas ritel. Bila bunga valas lebih tinggi, maka akan ada pergeseran dana rupiah ke valas sehingga mengganggu stabilitas rupiah. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) membukukan DPK Valas BRI sebesar Rp 144,98 triliun BRI pada kuartal 2-2022. Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan nilai itu mengalami kontraksi 5,18% yoy. Namun secara total, DPK BRI tetap tumbuh sebesar 3,7 % secara yoy di Juni 2022. “Beberapa faktor yang menyebabkan kontraksi DPK Valas BRI diantaranya nasabah yang mengutilisasi simpanan valasnya untuk kegiatan operasional perusahaan seiring sudah menurunnya tren Covid, sehingga mobilisasi maupun kegiatan ekonomi sudah mulai kembali aktif,” ujarnya kepada Kontan.co.id pada Senin (1/8)
Baca Juga: Bank Neo Commerce Bukukan Pendapatan Bunga Bersih Rp 547 Miliar pada Semester I-2022 Selain itu tren suku bunga Simpanan saat ini cukup kompetitif dimana mengikuti tren kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sejak awal tahun. Mempertimbangkan kondisi saat ini dan perkiraan hingga akhir tahun, BRI memproyeksi DPK Valas BRI berada di level Rp 146 triliun hingga Rp 153 triliun hingga penghujung tahun. Evi Dempowati
Senior Vice President Retail Deposit Product and Solution Group Bank Mandiri mengatakan DPK Valas secara
bank only tumbuh sebesar 9,1% secara
Year to Date (YtD) dibandingkan dengan posisi Desember 2021. Ia menyatakan pertumbuhan ini juga sejalan dengan pertumbuhan positif yang terjadi pada DPK Valas
retail. “Bila dirinci, pertumbuhan pada DPK Valas
retail Bank Mandiri utamanya ditopang oleh peningkatan dana murah atau
Current Account and Saving Account (CASA), sejalan dengan fokus utama bank dalam menekan biaya dana,” paparnya kepada Kontan.co.id. Ke depannya, Bank Mandiri akan mengoptimalkan dana murah dan fokus pada pemanfaatan serta peningkatan layanan digital multi transaksi yang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas transaksional seperti Livin’ by Mandiri dan Kopra by Mandiri. Ia optimis pertumbuhan DPK valas Bank Mandiri hingga akhir tahun 2022 dapat mencapai dobel digit.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengakui tidak agresif menghimpun DPK valas. Direktur Distribusi dan Pendanaan Ritel BTN Jasmin menyatakan ini sebagai penyesuaian kebutuhan likuiditas bank. “Hanya, sepanjang bunga valas lebih murah termasuk premi
swap dibandingkan rupiah, maka bisa dipertimbangkan. Karena kebutuhan valas BTN tidak banyak, sebab pembiayaan KPR semua dalam rupiah,” papar Jasmin. Hingga Juni 2022, BTN berhasil menghimpun DPK senilai Rp 307,31 triliun. Jasmin menyatakan dari jumlah itu DPK valas hanya menyumbang 1,21%. Ke depannya, BTN akan tetap fokus menyasar dana murah dengan hingga berkontribusi mencapai 49% hingga 50% terhadap total DPK BTN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi