BANDUNG. Permintaan perlindungan industri baja dari gempuran impor oleh Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) untuk mengendalikan impor baja telah diperjuangkan Departemen Perindustrian (Depperin). Depperin akhirnya menyiapkan tiga skenario untuk menghalangi masuknya baja. Ketiga skenario tersebut adalah, pertama, mengusulkan tidak semua importir dapat memasukkan barangnya ke Indonesia. Nantinya, hanya importir terbatas (IT) dan importir produsen (IP) yang boleh impor baja. "Untuk importir terbatas, impor yang dilakukan harus sesuai dengan jumlah kontrak dengan perusahaan dan nantinya akan ada verifikasi," kata Ansari Bukhari, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka Departemen Perindustrian (Depperin), kemarin. Kedua, safeguard alias pengaman terhadap baja dalam negeri. Sayangnya, safeguard ini membutuhkan waktu yang lama. Sebabnya, industri dalam negeri harus membuktikan lonjakan impor yang berimbas pada matinya produsen. Nah, jika terbukti merugikan maka seluruh produsen baja di negara tertentu akan diberlakukan pungutan bea masuk yang sama. Ketiga, penerapan anti dumping untuk baja gulungan Hot Rolled Coil (HRC) kepada lima negara di antaranya Thailand, India, China, Taiwan, dan Rusia. Sementara, menurut Ansari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sedang melakukan inisiasi untuk HRP (Hot Rolled Plate) alias baja lembaran potongan bagi tiga negara yakni Malaysia, Taiwan, dan China. Sementara, usulan IISIA yang ke-empat, yakni kenaikan bea masuk untuk produk baja sulit direalisasikan Depperin. Kendalanya, kenaikan bea masuk ini adalah perjanjian kerjasama dengan negara produsen baja, seperti China. Padahal, IISIA meminta kepada pemerintah untuk menaikkan bea masuk baja hulu jenis HRC dari maksimal 12,5% menjadi 25%, sedangkan untuk intermediate alias industri baja antara menjadi 35%, sedangkan untuk hilir maksimal dari berkisar 7,5% hingga 10% menjadi 35%. "Ini sulit diwujudkan karena Indonesia punya perjanjian kerjasama, sehingga permintaan ini tak akan meredupkan lonjakan impor," kata Ansari. Menurut Ansari, Asean memiliki perjanjian dengan China sehingga bea masuknya hanya sebesar 0,5%. Sementara itu, untuk kawasan Asean, Indonesia memiliki perjanjian sebesar 5%, sedangkan untuk Asean-Korea hanya menetapkan bea masuk 8%, sementara Indonesia-Jepang sudah menghapus bea masuk untuk beberapa produk baja. "Yang paling mungkin adalah melakukan harmonisasi tarif, seperti paku dan kawat," paparnya. I Putu Suryawirawan, Direktur Industri Logam Depperin menegaskan sampai Juli 2008 impor baja sudah mencapai 3 juta ton, sementara total impor baja pada 2007 mencapai 1,6 juta ton. "China punya stok 50 juta ton baja lembaran yang siap di ekspor, jika 10% saja membanjiri Indonesia maka industri dalam negeri akan kelabakan," tuturnya. Ismail Mandry, Direktur Eksekutif IISIA menegaskan yang penting bagi industri baja adalah pengamanan pasar dari membanjirnya impor baja. "Yang mana yang digunakan, yang penting industri baja dalam negeri aman dari serbuan produk asing," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Depperin Usulkan Tiga Skenario Batasi Impor Baja
Oleh: Abdul Wahid Fauzie
Senin, 10 November 2008 08:20 WIB