KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah banyaknya instrumen investasi, saham tetap menjadi pilihan utama sebagian investor untuk menempatkan portofolionya. Meski memiliki volatilitas yang tinggi, saham dinilai mampu memberi cuan yang menjanjikan. Hal ini berlaku bagi Suria Dharma, yang masih mempercayai saham sebagai salah satu instrumen investasi pilihan. Pria yang menjabat sebagai Deputy President Director Samuel Sekuritas Indonesia ini menempatkan mayoritas portofolionya ke saham. Sebanyak 60% dari total portofolio Suria saat ini berbentuk saham. Kemudian, sebanyak 20% ditempatkan di instrumen deposito dengan tenor jangka pendek, yakni 6 bulan.
Sisanya sebanyak 20% dalam bentuk
cash. Setidaknya, dia menyisihkan minimal 20% dari pendapatannya per bulan untuk berinvestasi.
Baca Juga: Sultan Subang, Asep Sulaeman Sabanda Digugat Wanprestasi 4 Kreditur Perkenalan Suria dengan dunia investasi terjadi ketika dia mengambil pendidikan magister. Instrumen investasi yang dikenal kala itu baru sebatas deposito, emas, dan dolar AS. “Karena saya kuliah S1 di Teknik Sipil, yang tidak ada kaitan dengan dunia finansial,” kenang dia. Pada tahun 1994, Suria masuk ke dunia pasar modal dengan bekerja di satu sekuritas lokal. Saat itu, sejumlah perusahaan besar banyak yang menggelar penawaran umum perdana saham (IPO). Saat itulah dia mengenal instrumen investasi lain seperti saham. Dia ingat betul saat mengikuti IPO saham PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM), dimana antusiasme investor kala itu sangat tinggi. Banyak investor datang berbondong-bondong untuk mengisi
formulir pemesanan pembelian saham (FPPS). Baca Juga: Cuan Bisnis Terus Mengembang, Investor Memacu Investasi Bank Suria membagi portofolio sahamnya menjadi dua bagian.
Pertama, saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar
(big caps), khususnya saham-saham perbankan besar. Saham-saham ini ditujukan untuk investasi jangka panjang. Dia meyakini saham perbankan besar masih akan membukukan kinerja prima tahun ini, didukung oleh potensi penurunan suku bunga di semester kedua. Laba emiten perbankan besar juga berpotensi kembali mencetak kinerja tertinggi sepanjang masa alias
all-time high, meski kenaikan diperkirakan tidak setinggi tahun lalu.
Kedua, Suria juga mengoleksi saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah (mid-caps) yang memiliki rencana bisnis dan potensi pertumbuhan yang tinggi. Dalam mengoleksi saham, Suria mengaku lebih mengincar potensi
capital gain. Untuk itu, dia lebih condong terhadap Perusahaan yang rutin menggelar aksi korporasi, sehingga akan berdampak positif terhadap pergerakan sahamnya.
Baca Juga: Jurus Bertahan Warren Buffett saat Inflasi Tinggi Belajar dari pengalaman
Pada tahun 1998, terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia. Kala itu, masyarakat dinilai tidak siap menghadapi krisis ini. Nilai tukar rupiah mengalami penurunan tajam dan saham-saham terkoreksi cukup dalam. Banyak investor yang mengalami kerugian akibat melakukan
cut loss, termasuk Suria. Dari kejadian itu, dia mengambil pelajaran untuk lebih siap dalam menghadapi krisis. Koreksi pasar saham saat krisis justru menjadi kesempatan bagi investor untuk masuk dan mengambil posisi. Namun, kondisi ini tentu tergantung dari kemampuan finansial setiap investor Untuk itu, investor harus cermat jika harus melakukan
cut loss. Investor harus pintar-pintar membaca momentum. Contohnya, jika terlalu lama mengambil keputusan
cut loss, kerugian bisa membesar. Begitu pula dengan momentum membeli, ada baiknya dilakukan secara bertahap.
Baca Juga: 4 Nasehat Investasi Warren Buffett yang Bisa Dijadikan Panduan Bisnis “Inilah dinamika yang harus dialami investor, namun setelah bertahun-tahun pengalaman, kita sudah bisa lebih menguasai pergerakan pasar,” terang pria yang meraih Master of Business Administration (MBA) dari Prasetiya Mulya Business School ini. Suria percaya, pasar saham masih akan kondusif di tengah sentimen pemilihan umum (pemilu). Salah satu indikatornya adalah dana asing yang masih mengalir deras masuk ke pasar saham domestik. Ini menunjukkan investor asing masih percaya terhadap pasar saham Indonesia. Dia berpandangan, pilpres akan berjalan damai. Kebijakan presiden yang terpilih dinilai akan akomodatif. Meski demikian, terdapat sejumlah sentimen yang harus diwaspadai, seperti efek Pemilu di Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Mengurai Penyebab Tingginya Minat Gen Z dan Milenial Atas Kripto, Sulit Dimanipulasi Diversifikasi aset Suria juga membuka diri untuk berinvestasi di instrumen lain. Saat ini, dirinya sedang membidik untuk masuk di instrumen kripto. Harga kripto yang sudah turun dalam tahun lalu diyakini akan mengalami
rebound tahun ini. Alasannya, dalam dunia kripto terdapat siklus empat tahunan, yakni terjadinya
halving. Imbalan atas penambangan kripto akan dipotong setengahnya, yang pada akhirnya membatasi pasokan bitcoin. Sehingga, ada potensi rebound harga yang diperkirakan terjadi pada tahun ini. “Jadi saya mulai melihat-lihat kripto juga, karena kesempatan ini datang 4 tahun sekali,” kata bapak 4 orang anak ini
. Suria juga terkadang mengambil momentum dari saham-saham
initial public offering (IPO). Namun, Suria cukup selektif dalam memilih saham-saham IPO. Jika dirasa prospeknya cukup bagus, maka dia akan mengambil posisi jangka pendek.
Baca Juga: Ini Sektor Bisnis yang Diramal Paling Cuan di Tahun Naga Kayu Suria menekankan pentingnya mencermati kondisi neraca perusahaan. Sebab, ada saham yang secara fundamental kurang begitu baik, tetapi harganya naik berkali-kali lipat. Kondisi ini membuat valuasi saham menjadi tidak masuk akal.
Selain neraca, investor juga harus mencermati sektor dari perusahaan terkait. Sesolid apapun kondisi perusahaannya, jika dibarengi dengan sentimen sektoral yang negatif, maka saham tersebut akan sulit naik. Kemudian, dari sisi ukuran
(size) perusahaan. Jika ukurannya kecil, maka saham perusahaan tersebut kebanyakan akan diburu oleh investor ritel yang berorientasi jangka pendek. Sehingga, strategi yang digunakan juga harus jangka pendek. Di sisi lain, Suria mengaku saat ini tidak begitu tertarik untuk berinvestasi di instrumen lain seperti dolar AS. Potensi penguatan dolar AS saat ini dinilai kurang menjanjikan. “Sementara untuk jangka panjang saya juga cukup merekomendasikan emas,” pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati