KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desa Gentengkulon terus berikhtiar untuk menggalakkan program pengolahan sampah. Maklum, desa yang terletak di Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, ini bisa menghasilkan sampah sebanyak 10 ton saban hari. Keinginan menyelesaikan permasalahan sampah itulah yang mengantar 55 warga Desa Gentengkulon mengikuti Pelatihan Mengubah Sampah Menjadi Berkah yang digelar di Balai Desa Gentengkulon, Kamis (11/5). Acara yang diselenggarakan KONTAN bekerja sama dengan Pemerintah Desa Gentengkulon ini merupakan salah satu kegiatan Kontan Kerja Nyata (KKN) yang menjadi bagian dari rangkaian Jelajah Ekonomi Desa 2023. Hadir dalam acara tersebut dua pembicara yang mumpuni soal penanganan sampah, yakni Akademisi Sekolah Tinggi Teknik Malang Rony Roesdianto dan Duta Lingkungan Jawa Timur Rachma Fadillah Amalia.
Dalam pelatihan tersebut, Rony menjelaskan, memisahkan jenis sampah menjadi komponen wajib dalam penanganan masalah sampah. Ada tiga langkah dalam penanganan sampah, yakni
reduce,
reuse dan
recycle. Dari ketiga langkah tersebut, pemisahan antara sampah organik dan anorganik menjadi kuncinya. Penanganan masalah sampah, menurut Rony, bisa dilakukan dari tingkat rumah tangga. Pasalnya rumah tangga menjadi salah satu penyumbang sampah. "Pisahkan antara sampah organik dan anorganik. Saat belanja, plastik yang digunakan bisa dipakai lagi. Ini bisa membantu mengurangi. Ada kaleng bekas bisa digunakan lagi, misal untuk pot tanaman dan jangan lupa
recycle atau daur ulang," kata Rony dalam Pelatihan Mengubah Sampah Menjadi Berkah, Kamis (11/5). Sampah dapur, misalnya, bisa didaur ulang menjadi pupuk mikro organisme lokal (MOL). Sementara botol plastik bekas air mineral bisa dimanfaatkan ulang menjadi
eco brick. "Botol air minum ini diisi pasir atau bisa juga plastik yang dipotong kecil-kecil. Bisa dimanfaatkan ulang seperti kaleng susu untuk pot. Lalu MOL nya bisa jadi pupuk tanaman yang ada di pot kaleng susu," ujarnya.
Baca Juga: Geliat Ekonomi Desa Sidomulyo, Mulai dari Kopi Hingga Domba Sementara itu, Rachma menambahkan, daur ulang sampah dapur juga bisa dilakukan dengan cara
eco enzyme. Menurut Rachma,
eco enzyme menjadi salah satu solusi dalam menangani sampah organik yang menyumbang jumlah terbanyak di dunia. Jumlahnya banyak lantaran sampah organik datang dari sisa makanan sehari-hari. "Jika sampah organik tertimbun lama akan menimbulkan bahaya karena dia menimbulkan bau yang mana bau ini merupakan gas metana dan merupakan gas rumah kaca. Sehingga dampaknya menimbulkan pemanasan global," jelasnya. Rachma menjelaskan, eco enzyme dibuat dari sampah sisa sayuran atau buah yang belum diolah. Sampah tersebut kemudian difermentasi sehingga menghasilkan eco enzyme. Tak hanya untuk pupuk, eco enzyme memiliki banyak manfaat lainnya dari pengusir hama hingga cairan pembersih. Dalam pelatihan kemarin, warga yang hadir tampak antusias saat ikut mempraktikkan pembuatan
eco enzyme bersama Rachma. Kepala Desa Gentengkulon Supandi menjelaskan, wilayahnya setiap hari bisa menghasilkan 10 ton sampah. Dari total sampah yang dihasilkan, baru sekitar 30% yang sudah ditangani. Rumah tangga, merupakan salah satu pihak yang berkontribusi besar menghasilkan timbunan sampah. Padahal, menurut Supandi, sisa sayuran, buah hingga makanan dari rumah tangga dapat dimanfaatkan sebagai pakan magot. Magot tersebut akan menjadi tambahan pakan bagi ternak yang dimiliki warga. Sehingga sisa potongan sayuran, buah, dan makanan dari dapur tak berakhir menjadi tumpukan sampah saja. "Insya Allah, tidak ada lagi sisa sayuran atau apa ngga ada di tempat sampah karena sudah untuk makanan magot," kata Supandi. Supandi berharap, kelompok masyarakat (pokmas) di Desa Gentengkulon bisa mengubah sampah menjadi berkah melalui program yang dimiliki. Selama ini, Desa Gentengkulon sudah memberikan bantuan sebesar Rp 5 juta untuk setiap pokmas yang mengadakan program pengolahan sampah. Harapannya, setiap pokmas bisa merealisasikan program pengolahan sampah tersebut.
Baca Juga: Ikhtiar Desa Gentengkulon Menyelesaikan Persoalan 10 Ton Sampah Saban Hari Supandi menginginkan, sampah di Gentengkulon kelak akan menjadi pemasukan ekonomi bagi warga. Sehingga, warga tidak perlu bekerja di luar negeri. "Kalau sampah di Gentengkulon bisa diolah, orang Gentengkulon sebetulnya tidak perlu susah cari uang ke mana-mana," kata Supandi. Selama ini, Supandi bilang, sudah banyak kegiatan yang telah dilakukan terkait pengolahan sampah. Jika warga betul-betul melaksanakan pengolahan sampah sesuai pelatihan yang telah dilakukan, harapan untuk menjadikan sampah sebagi berkah akan bisa berjalan. "Dengan mengolah sampah 10 ton setiap hari, akan jadi penghasilan yang luar biasa bagi rakyat Gentengkulon," pungkasnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: A.Herry Prasetyo