KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desa wisata menjadi salah satu program pemerintah Indonesia untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan yang diharapkan dapat mempercepat kebangkitan pariwisata dan memicu pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, di masa pandemi, desa wisata yang menjadi salah satu pariwisata alternatif yang beberapa kali terdampak dari adanya pembatasan mobilitas sosial, terutama karena adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyakarat (PPKM). Salah satu desa wisata di Kabupaten Garut, Desa Wisata Sindangkasih, sempat menutup pariwisatanya karena anjuran dan larangan pemerintah, terutama ketika angka kasus Covid-19 sedang tinggi.
“Desa Wisata Sindangkasih tutup total,” Dedi Sopandi, pengelola Desa Sindangkasih, Kamis (4/11). Baca Juga: Setengah Hati Undang Wisatawan Asing di Tengah Pandemi yang Masih Meradang Menurutnya, saat PPKM diberlakukan dan tidak bisa menerima kunjungan dari wisatawan, pelaku usaha dan pengelola Desa Wisata Sindangkasih sempat mengalami kerugian besar, karena tidak adanya pemasukan dalam waktu yang cukup lama. Hal tersebut juga terjadi pada desa wisata di Kabupaten Kulon Progo, Desa Wisata Tinalayah, yang bertahan dengan menggunakan sisa kas yang tersisa untuk operasional desa, karena tidak adanya kunjungan wisatawan di masa pandemi. “Ada juga swadaya secara terbatas, serta upaya gotong royong untuk merawat sarana dan prasarana di masa pandemi. Semangat tanpa sambat menjadi moto bertahan Dewi (desa wisata) Tinalah di masa pandemi,” jelas Galuh Fahmi, pengelola Desa Wisata Tinalah.