Desakan Arief Hidayat mundur dari Ketua MK terus disuarakan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desakan agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terus disuarakan berbagai pihak.

Kali ini, suara tersebut disampaikan 54 guru besar dan profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia.

Di antaranya dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanudin, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh November, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Andalas.


Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, pernyataan agar Arief mundur dari jabatannya akan disampaikan dalam bentuk surat kepada Arief dan tembusan kepada delapan hakim konstitusi.

“Surat ini akan kami kirimkan ke MK tanggal 13 Februari,” kata Bivitri dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (9/2).

Pernyataan surat tersebut dilatar belakangi adanya penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Arief Hidayat, sekaligus menjaga martabat dan kredibiltas MK di mata publik.

Menurut Bivitri, para profesor yang tergabung dalam gerakan moral ini sependapat bahwa MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakikat kejujuran, kebenaran dan keadilan.

Tanpa pemahaman ini, seorang hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran.

“Seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka dia tidak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhi sanksi pelanggaran etika,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar dari UI Sulistyowati Irianto mengatakan, gerakan moral ini bukanlah sesuatu yang spontan.

Dia menegaskan, setiap orang harus mempertahankan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan rules of law.

“Oleh karena itu, semua orang yang terlibat di sana, apalagi para petingginya, itu dipastikan tidak memiliki cacat cela sedikit pun,” ucap Sulisyowati.

Profesor Mayling Oey dari Universitas Indonesia menambahkan, sebagai lembaga yang sakral dan tinggi kedudukannya, MK harusnya memiliki hakim yang berintegritas. Pasalnya, putusan MK final dan mengikat.

“Konflik kepentingan diharamkan, terlebih oleh ketua yang mengejar keuntungan,” kata Mayling.

Sementara itu, akademisi dari Universitas Airlangga Herlambang Perdana mengatakan, kasus Arief ini menyita perhatian tidak hanya masyarakat secara luas, tetapi juga para mahasiswa fakultas hukum.

“Mereka akan bertanya-tanya, standar mundur itu, apakah nunggu sanksi etik ketiga, keempat atau keberapa? Tentunya dari sudut pandang hukum, tidak ada. Tergantung Pak Arief Hidayat yang terhormat,” kata Herlambang.

“Mudah-mudahan desakan dari kolega guru besar ini mengetuk hati Pak Arief Hidayat,” pungkasnya. (Estu Suryowati)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 54 Guru Besar Minta Arief Hidayat Mundur sebagai Hakim MK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto