Devaluasi yuan dan reshuffle bikin rupiah keok



JAKARTA. Kurs rupiah kembali tak berdaya terhadap dollar Amerika Serikat. Mengacu data kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Rabu (12/8) rupiah berada pada posisi Rp 13.758 per dollar AS atau 1,6% dari penutupan kemarin Rp 13.541 per dollar AS

Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan bahwa nilai tukar rupiah mengalami tekanan ke level terlemah baru semenjak 17 tahun terakhir.

Mata uang domestik terkena dampak buruk dari kebijakan pemerintah China yang melakukan devaluasi mata uang yuan.


"Posisi Indonesia sebagai salah satu rekan dagang utama China dan eksportir komoditas akan membuat prospek perekonomian secara keseluruhan terkena dampak buruk akibat kebijakan pemerintah China," katanya dikuti dari Antara, Rabu (12/8).

Ia mengemukakan bahwa devaluasi yuan itu dilakukan untuk mendongkrak tingkat kompetisi barang ekspor China yang terus tergerus, karena semenjak 2011 pertumbuhan tahunan ekspor China secara konsisten melambat, sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

"Akibat devaluasi yuan, hampir seluruh mata uang di Asia-Pasifik melemah cukup tajam bersamaan dengan anjloknya harga komoditas," katanya.

Dari domestik, lanjut dia, pelaku pasar sedang menanti data neraca transaksi berjalan Indonesia yang akan diumumkan pada pekan ini, serta rencana perombakan (reshuffle) kabinet. Secara umum isu negatif masih akan mendominasi pergerakan rupiah dalam jangka menengah.

Analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto menambahkan bahwa dari dalam negeri juga belum ada data sentimen maupun data yang positif untuk menopang mata uang rupiah untuk kembali bergerak ke area positif.

"Mulai dari data ekonomi semester kedua 2015 yang melambat hingga maraknya berita mengenai rencana perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja, menambah sentimen negatif bagi mata uang domestik," katanya.

Di tengah situasi seperti itu, menurut Rully Arya Wisnubroto, Bank Indonesia juga tidak akan terlalu aktif untuk melakukan intervensi karena dampaknya akan negatif terhadap cadangan devisa Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto