JAKARTA. Di tengah upaya menggenjot penjualan saat pasar lesu, industri properti bersiap menerima tantangan baru. Yakni: rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) merevisi beleid Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM atas properti dari Rp 5 miliar menjadi mulai Rp 2 miliar. Bak kena godam, para pengembang yakin, beleid ini akan menyurutkan lagi daya beli investor, masyarakat yang akan membeli rumah, ruko atau apartemen. Efek turunannya jelas: penjualan properti tersendat, pengembang pun harus menelan kekecewaan. "Beleid ini jelas mengakibatkan penjualan properti turun," tandas Harun Hajadi. Managing Director Ciputra Group, Selasa (15/9). Survei Bank Indonesia (BI), kuartal I dan II 2015, secara berturut-turut terjadi perlambatan penjualan properti residensial. Kuartal I turun, penjualan turun 26,6% dibandingkan kuartal IV 2014. Adapun kuartal II lebih parah lagi, karena turun 10,8% dari kuartal I 2015. Perlambatan penjualan ini terjadi pada semua tipe rumah, utamanya untuk kelas menengah.
Developer protes beleid PPnBM properti Rp 2 miliar
JAKARTA. Di tengah upaya menggenjot penjualan saat pasar lesu, industri properti bersiap menerima tantangan baru. Yakni: rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) merevisi beleid Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM atas properti dari Rp 5 miliar menjadi mulai Rp 2 miliar. Bak kena godam, para pengembang yakin, beleid ini akan menyurutkan lagi daya beli investor, masyarakat yang akan membeli rumah, ruko atau apartemen. Efek turunannya jelas: penjualan properti tersendat, pengembang pun harus menelan kekecewaan. "Beleid ini jelas mengakibatkan penjualan properti turun," tandas Harun Hajadi. Managing Director Ciputra Group, Selasa (15/9). Survei Bank Indonesia (BI), kuartal I dan II 2015, secara berturut-turut terjadi perlambatan penjualan properti residensial. Kuartal I turun, penjualan turun 26,6% dibandingkan kuartal IV 2014. Adapun kuartal II lebih parah lagi, karena turun 10,8% dari kuartal I 2015. Perlambatan penjualan ini terjadi pada semua tipe rumah, utamanya untuk kelas menengah.