Dewan Baja ASEAN (AISC) Mendorong Penguatan Industri Baja Regional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asean Iron and Steel Council (AISC) mengadakan pertemuan ke-27 pada hari Sabtu, 12 November 2022 di Kuala Lumpur, Malaysia. Ini merupakan pertemuan fisik pertama setelah pandemi dan dihadiri oleh perwakilan asosiasi baja dari negara Vietnam, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, serta Thailand.

Dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id pada Minggu (13/11), Presiden AISC Silmy Karim menyoroti kondisi ekspor baja China dari tahun 2021 hingga year to date (YTD) September 2022.

Dia menjelaskan, hingga 2021 China melakukan ekspor sebanyak 70,1 juta ton atau meningkat 24,2% dari sebelumnya sebanyak 56,5 juta ton di tahun 2020. Khusus di wilayah ASEAN, pada tahun 2021 China telah melakukan ekspor baja sebanyak 20,1 juta ton atau meningkat 10% dari tahun 2020 yang sebanyak 18,3 juta ton baja.


Berdasarkan data AISC, negara tujuan ekspor terbesar di ASEAN pada 2021 adalah Vietnam sebanyak 5,6 juta ton, Filipina 3,9 juta ton, Thailand 3,8 juta ton, Indonesia 3,0 juta ton, dan Malaysia 1,4 juta ton.

Baca Juga: Jababeka Menggandeng Perusahaan Ternama Untuk Mendukung Emisi Nol Kluster Industri

Produk baja terbanyak yang diekspor oleh China di antaranya Hot Rolled Coil sebanyak 3,6 juta ton, Galvanised Sheet 3,3 juta ton, Welded Pipe 2,1 juta ton, Color Coated Sheets 1,8 juta ton, dan Wire Rod sebanyak 1,4 juta ton. 

"Produk baja paduan Hot Rolled Coil masih menjadi produk dominan yang masuk ke negara-negara ASEAN dari China, baik dalam bentuk gulungan, canai, maupun lembaran," sebut Silmy.

Hingga saat ini China masih konsisten melakukan ekspor di kisaran 30%-35% sejak tahun 2016. Jumlah ekspor baja dari China di dunia mengalami kenaikan dari 40.5 juta ton menjadi 42.8 juta ton di periode Januari-September 2022 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021

Dia menuturkan, berita terbaru dari pemerintah China, mereka berkomitmen untuk mengurangi volume ekspor, di mana baja mentah pada tahun 2021 sudah mulai turun sebesar 3% atau turun sebanyak 31,4 juta ton dan China menargetkan di tahun 2022 ini akan kembali terjadi penurunan.

Tingginya ekspor baja China menjadi dasar bagi dewan baja ASEAN untuk mendorong diadakannya diskusi langsung dengan CISA (China Iron and Steel Association) yang direncanakan akan dilakukan pada 2023.

Agenda yang akan dibahas dalam acara tersebut di antaranya membahas kenaikan jumlah ekspor baja China terutama setelah pandemi Covid-19, mengevaluasi kembali kebijakan pengenaan pajak ekspor baja dari China, maupun membahas terkait pengendalian permintaan dan pemenuhan kebutuhan baja dari China. 

“Namun secara keseluruhan anggota AISC optimistis bahwa setelah pandemi Covid-19 berakhir, industri baja di ASEAN pun dapat menguat kembali dan melanjutkan pemulihan kinerjanya,” ujar Silmy.

Selain negara China, para anggota AISC juga membahas terkait potensi ekspor impor baja maupun bahan baku baja dari negara Rusia dan Ukraina. 

Selain dapat menjadi tantangan yang harus dihadapi, jumlah ekspor impor dari Rusia dan Ukraina dapat dijadikan peluang untuk pemenuhan kebutuhan baja dari negara-negara yang melarang masuknya impor baja seperti Uni Eropa dan Turki.

Berdasarkan data AISC terakhir, Rusia memproduksi baja mentah sebanyak 76 juta ton di 2021, meningkat 6,1% dari sebelumnya sebesar 71,6 juta ton di 2020. Ukraina memproduksi baja mentah sebanyak 21,4 juta ton di 2021, meningkat 3,6% dari sebelumnya sebanyak 20,6 juta ton di 2020.

Baca Juga: Electrum dan Pertamina NRE Jajaki Kerja Sama Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik

“Dengan jumlah produksi yang cukup besar, Rusia merupakan negara ke-dua terbanyak yang mengekspor baja setelah China dengan total ekspor sebesar 41,6 juta ton di 2021 dibandingkan dengan China yang sebanyak 56,5 juta ton. Sedangkan Ukraina mengekspor 19,7 juta ton baja di tahun 2021. Ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai,” ujar Silmy.

Pada kesempatan ini AISC juga mengajak keseluruhan anggotanya di ASEAN untuk berkontribusi dalam penghematan energi dan pelestarian lingkungan melalui teknologi baja yang ramah lingkungan yang sudah mulai diterapkan di beberapa negara seperti misalnya di Jepang.

Beberapa negara di dunia saat ini pun mengevaluasi kembali penyesuaian pembatasan jumlah karbon terutama negara-negara di Uni Eropa yang saat ini sudah memulai proses pengesahannya. Penerapan ISO14030-3 juga diajukan untuk terciptanya Green Steel Industry di Uni Eropa yang saat ini masih dalam tahap evaluasi oleh EU Emission Trading System. 

“Kami sebagai bagian dari asosiasi baja dunia terus berupaya mewujudkan konservasi energi dan penggunaan teknologi ramah lingkungan pada pabrik baja demi tercapainya Sustainable Development Goals pada industri baja,” tutup Silmy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi