JAKARTA. Memasuki bulan Mei, beberapa pabrik gula sudah bersiap menggiling tebu. Sehingga, Dewan Gula Indonesia (DGI) mulai membahas rekomendasi Harga Patokan Petani (HPP) untuk komoditi gula kristal putih.Ketua Harian Dewan Gula Nasional Suswono mengatakan, untuk tahun ini DGI mengusulkan HPP gula kristal putih sebesar Rp 7.500 per kg. "Kita putuskan untuk usulkan ke Menteri Perdagangan bahwa HPP gula sebesar Rp 7.500 per kg," ujarnya Rabu (3/5). Harga patokan ini naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 6.350 per kg.Suswono yang juga Menteri Pertanian ini menambahkan DGI memiliki beberapa pertimbangan mengenai usulan kenaikan HPP gula ini. Pertama, kenaikan HPP ini disesuaikan dengan perhitungan kenaikan inflasi. Selain itu, tahun ini biaya pokok produksi (BPP) gula juga mengalami kenaikan. "Biaya Pokok Produksi ini naik salah satunya karena kenaikan biaya sewa lahan,' katanya. Pertimbangan lain kenaikan HPP ini adalah perhitungan harga gula idealnya sekitar 1,5 kali harga beras.Kepala Sekretariat DGI Bambang Priyono menambahkan, pertimbangan lain usulan kenaikan HPP ini adalah karena tingkat suku bunga perbankan yang masih cukup tinggi.Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Colosewoko menambahkan, usulan HPP gula biasanya adalah sekitar 10% di atas BPP. "Dalam hitungan tim independen DGI, BPP gula tahun ini ditetapkan sebesar Rp 6.891 per kg, sehingga DGI mengusulkan agar HPP dinaikkan menjadi Rp 7.500 per kg," kata Colo.Sementara itu, para petani mengusulkan agar HPP gula tahun ini dinaikkan menjadi Rp 8.500 per kg. Sebab, dalam hitungan petani, tahun ini biaya pokok produksi gula masih sekitar Rp 7.769 per kg. Colo menambahkan, selain karena harga sewa lahan yang naik, kenaikan biaya produksi ini disebabkan karena membengkaknya biaya tebang angkut dari lahan ke pabrik.Akibat curah hujan yang tinggi, biaya angkut tebu bisa membengkak dari Rp 2.500 per kuintal menjadi Rp 20.000 per kuintal. Padahal, salah satu porsi biaya produksi yang besar berasal dari biaya tebang angkut.Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil beralasan, perbedaan perhitungan mengenai biaya produksi antara hitungan petani dengan tim independen ini disebabkan karena adanya perbedaan patokan rendemen yang dipakai. "Kalau petani masih menggunakan hitungan rendemen yang rendah, sedangkan tim independen DGI menggunakan hitungan bahwa tahun ini rendemen sudah lebih baik," ujarnya.Arum bilang, tahun ini petani masih menggunakan perhitungan rendemen sekitar 6%. Menurutnya, ini dilakukan untuk mengantisipasi kalau cuaca tahun ini masih belum kembali ke kondisi normal. Sebab, curah hujan masih cukup tinggi.Tapi Suswono bilang, tahun ini DGI memperkirakan tingkat rendemen tebu rata-rata sekitar 7%. Tingkat rendemen ini lebih tinggi dari rendemen tahun lalu yang hanya sekitar 6,5%. Bahkan, Colosewoko mengungkapkan, karena membaiknya iklim, tahun ini tingkat rendemen gula diperkirakan bisa meningkat menjadi 7,52%.Taksasi produksi 2,7 Juta tonDi samping adanya perbaikan tingkat rendemen tebu, Suswono bilang tahun ini luas areal lahan tebu diperkirakan meningkat sekitar 15.000 hektare menjadi 445.000 ton. Tapi, Colo mengatakan, berdasarkan data AGI, peningkatan luas areal lahan tebu tahun ini naik sekitar 20.000 hektare dari 432.000 hektare pada tahun lalu menjadi 452.000 hektare pada tahun ini.Alhasil, tahun ini produksi gula nasional diperkirakan meningkat. "Hasil taksasi kita, tahun ini akan ada peningkatan produksi gula sekitar 400.000 ton menjadi sekitar 2,7 juta ton," kata Suswono. Catatan saja, tahun 2010 lalu produksi gula nasional mencapai 2,3 juta ton.Nantinya, usulan HPP gula ini diajukan kepada Kementerian Perdagangan untuk ditetapkan. Sehingga, baik DGI maupun petani tinggal menunggu keputusan penetapan HPP gula oleh Kementerian Perdagangan. "Kita tinggal menunggu keputusan dari Menteri Perdagangan mengenai HPP ini," jelas Arum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dewan gula usulkan HPP gula Rp 7.500 per kg
JAKARTA. Memasuki bulan Mei, beberapa pabrik gula sudah bersiap menggiling tebu. Sehingga, Dewan Gula Indonesia (DGI) mulai membahas rekomendasi Harga Patokan Petani (HPP) untuk komoditi gula kristal putih.Ketua Harian Dewan Gula Nasional Suswono mengatakan, untuk tahun ini DGI mengusulkan HPP gula kristal putih sebesar Rp 7.500 per kg. "Kita putuskan untuk usulkan ke Menteri Perdagangan bahwa HPP gula sebesar Rp 7.500 per kg," ujarnya Rabu (3/5). Harga patokan ini naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 6.350 per kg.Suswono yang juga Menteri Pertanian ini menambahkan DGI memiliki beberapa pertimbangan mengenai usulan kenaikan HPP gula ini. Pertama, kenaikan HPP ini disesuaikan dengan perhitungan kenaikan inflasi. Selain itu, tahun ini biaya pokok produksi (BPP) gula juga mengalami kenaikan. "Biaya Pokok Produksi ini naik salah satunya karena kenaikan biaya sewa lahan,' katanya. Pertimbangan lain kenaikan HPP ini adalah perhitungan harga gula idealnya sekitar 1,5 kali harga beras.Kepala Sekretariat DGI Bambang Priyono menambahkan, pertimbangan lain usulan kenaikan HPP ini adalah karena tingkat suku bunga perbankan yang masih cukup tinggi.Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Colosewoko menambahkan, usulan HPP gula biasanya adalah sekitar 10% di atas BPP. "Dalam hitungan tim independen DGI, BPP gula tahun ini ditetapkan sebesar Rp 6.891 per kg, sehingga DGI mengusulkan agar HPP dinaikkan menjadi Rp 7.500 per kg," kata Colo.Sementara itu, para petani mengusulkan agar HPP gula tahun ini dinaikkan menjadi Rp 8.500 per kg. Sebab, dalam hitungan petani, tahun ini biaya pokok produksi gula masih sekitar Rp 7.769 per kg. Colo menambahkan, selain karena harga sewa lahan yang naik, kenaikan biaya produksi ini disebabkan karena membengkaknya biaya tebang angkut dari lahan ke pabrik.Akibat curah hujan yang tinggi, biaya angkut tebu bisa membengkak dari Rp 2.500 per kuintal menjadi Rp 20.000 per kuintal. Padahal, salah satu porsi biaya produksi yang besar berasal dari biaya tebang angkut.Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil beralasan, perbedaan perhitungan mengenai biaya produksi antara hitungan petani dengan tim independen ini disebabkan karena adanya perbedaan patokan rendemen yang dipakai. "Kalau petani masih menggunakan hitungan rendemen yang rendah, sedangkan tim independen DGI menggunakan hitungan bahwa tahun ini rendemen sudah lebih baik," ujarnya.Arum bilang, tahun ini petani masih menggunakan perhitungan rendemen sekitar 6%. Menurutnya, ini dilakukan untuk mengantisipasi kalau cuaca tahun ini masih belum kembali ke kondisi normal. Sebab, curah hujan masih cukup tinggi.Tapi Suswono bilang, tahun ini DGI memperkirakan tingkat rendemen tebu rata-rata sekitar 7%. Tingkat rendemen ini lebih tinggi dari rendemen tahun lalu yang hanya sekitar 6,5%. Bahkan, Colosewoko mengungkapkan, karena membaiknya iklim, tahun ini tingkat rendemen gula diperkirakan bisa meningkat menjadi 7,52%.Taksasi produksi 2,7 Juta tonDi samping adanya perbaikan tingkat rendemen tebu, Suswono bilang tahun ini luas areal lahan tebu diperkirakan meningkat sekitar 15.000 hektare menjadi 445.000 ton. Tapi, Colo mengatakan, berdasarkan data AGI, peningkatan luas areal lahan tebu tahun ini naik sekitar 20.000 hektare dari 432.000 hektare pada tahun lalu menjadi 452.000 hektare pada tahun ini.Alhasil, tahun ini produksi gula nasional diperkirakan meningkat. "Hasil taksasi kita, tahun ini akan ada peningkatan produksi gula sekitar 400.000 ton menjadi sekitar 2,7 juta ton," kata Suswono. Catatan saja, tahun 2010 lalu produksi gula nasional mencapai 2,3 juta ton.Nantinya, usulan HPP gula ini diajukan kepada Kementerian Perdagangan untuk ditetapkan. Sehingga, baik DGI maupun petani tinggal menunggu keputusan penetapan HPP gula oleh Kementerian Perdagangan. "Kita tinggal menunggu keputusan dari Menteri Perdagangan mengenai HPP ini," jelas Arum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News