Dewan Keamanan PBB Gelar Rapat Darurat Pasca Peluncuran ICBM Korea Utara



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Dewan Keamanan PBB menggelar rapat darurat pada hari Senin (20/3) sebagai tanggapan atas peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara.

Mengutip NHK, rapat darurat diadakan atas permintaan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Jepang.

Korea Utara menembakkan rudal ke arah Laut Jepang pada hari Kamis (16/3). Sehari setelahnya, Pyongyang  mengonfirmasi bahwa itu merupakan bagian dari latihan peluncuran ICBM Hwasong-17.


Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menuduh China dan Rusia telah menghalangi Dewan Keamanan untuk memberikan tanggapan serius kepada Korea Utara.

Baca Juga: Korea Utara Kembali Luncurkan ICBM, Kali Ini Menyambut KTT Korea Selatan-Jepang

Linda bahkan merasa dua negara itu telah mendorong Pyongyang untuk meluncurkan rudal balistik mereka tanpa mempedulikan sanksi.

Sejalan dengan itu, Wakil Duta Besar Jepang di PBB, Shino Mitsuko, menyerukan negara-negara anggota untuk memenuhi tugas mereka untuk melindungi perdamaian dan keamanan global dengan mendukung proposal AS terkait pemberian sanksi baru kepada Korea Utara.

China dan Rusia tentu saja menentang proposal AS. Keduanya kompak menyalahkan latihan militer bersama oleh AS dan Korea Selatan yang dianggap telah memprovokasi Korea Utara.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengaku sangat prihatin atas perpecahan yang mencegah masyarakat internasional bertindak atas masalah ini.

Baca Juga: Kim Jong Un Minta Militernya Siapkan Serangan Nuklir untuk Mencegah Perang

Selama beberapa tahun terakhir, Dewan Keamanan PBB telah terpecah setiap kali ingin memberikan tanggapan terhadap segala aktivitas militer Korea Utara.

China dan Rusia yang memiliki hak veto merasa banyaknya sanksi tidak akan menyelesaikan masalah. Dua negara yang dekat dengan Pyongyang itu juga menuntut agar teguran berupa sanksi segera dihapus.

Di lain pihak, kubu AS mengatakan pencabutan sanksi PBB akan memberikan keleluasaan bagi Korea Utara untuk melanggar resolusi Dewan Keamanan.