Di 2014, Pertumbuhan industri manufaktur melambat



JAKARTA. Perlambatan ekonomi global serta berbagai kebijakan moneter ketat Bank Indonesia (BI) dan pemerintah akan dirasakan penuh dampaknya di tahun ini.

Karena itu, laju perkembangan industri manufaktur Indonesia pada tahun kuda kayu ini diproyeksi melambat. Kalangan pengusaha menyoroti berbagai permasalahan yang menjadi momok tahun ini. Dua permasalahan utamanya adalah suku bunga yang tinggi yaitu mencapai 7,5% dan kenaikan tarif dasar listrik industri per 1 Mei 2014 mendatang. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal Natsir Mansyur mengatakan, pertumbuhan industri manufaktur di tahun ini akan berada di kisaran 5%.

Catatan saja, pertumbuhan industri manufaktur yang bertumbuh 5,64% di tahun 2013 ditopang oleh industri logam dasar yang meningkat pesat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2013 pertumbuhan industri logam dasar mencapai 10,57%. Logam menjadi industri keempat penyumbang pertumbuhan manufaktur secara keseluruhan setelah industri kendaraan bermotor, barang logam, dan makanan.


Suku bunga tinggi dan tarif listrik yang naik menjadi beban berat industri. Suku bunga akan menekan konsumsi masyarakat sehingga pembelian kendaraan bermotor yang menjadi dasar industri logam akan menurun tajam. Diperberat dengan kenaikan listrik yang menambah ongkos produksi. "Jadi tahun ini industri manufaktur akan cenderung datar," ujar Natsir kepada KONTAN, Senin (3/2). Apalagi pihaknya sendiri melihat pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan bergerak di kisaran 5,2%-5,6%.

Kepala Ekonom BII Juniman melihat industri manufaktur akan bertumbuh 5,3% tahun ini atau lebih rendah dibanding tahun 2013. Pertumbuhan yang menurun ini diakibatkan konsumsi domestik mengalami perlambatan. Yang akan benar-benar terlihat penurunannya adalah industri kendaraan bermotor yang pada tahun 2013 kemarin pertumbuhannya mencapai 11,48%. Juniman memperkirakan, peningkatan penjualan mobil hanya 3%-5%. Jauh dibanding tahun 2013 yang mencapai 10%. Ini akibat suku bunga tinggi yang menekan laju konsumsi masyarakat. "Selain itu inflasi juga tinggi tahun ini," tandas Juniman. Inflasi di tahun ini diperkirakan akan mencapai 5,12%. Adanya pemilihan umum (pemilu) di tahun ini tidak akan berdampak banyak. Kinerja ekspor pun tidak dapat dijadikan pegangan. Belum ada peningkatan yang signifikan dari perbaikan ekonomi global, terutama China sebagai partner dagang ekspor terbesar bagi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan