Di Bulan Juni, Ekspor China Susut 3,1%



LOS ANGELES. Pelambatan ekonomi China kembali mengkhawatirkan pasar global. Lihat saja, sepanjang Juni lalu, kinerja perdagangan ekspor dan impor China menurun. Rapor merah data perdagangan China terungkap dalam laporan yang dirilis Badan Administrasi Bea Cukai China atau The General Administration of Customs (GAC) pada Rabu (10/7). Dalam rilis tersebut, nilai ekspor Tiongkok menurun sebesar 3,1%, dibandingkan Juni tahun lalu. Berdasarkan data Financial Times, ini pertama kali China mengalami penurunan ekspor sejak Januari 2012. Tidak cuma itu, penurunan ini merupakan yang terburuk sejak Oktober 2009 silam.

Kinerja penurunan ekspor China mengejutkan. Soalnya, pada Mei kemarin, China masih menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan 1%. Sementara itu, pada periode yang sama, impor juga menurun sebanyak 0,7%. Hasil ini tak jauh berbeda dengan penyusutan 0,3% pada bulan Mei lalu. "Peningkatan nilai mata uang Yuan dan peningkatan upah buruh telah menambah kesulitan yang dihadapi para eksportir," ujar Jurubicara GAC, Zheng Yuesheng, mengutip www.marketwatch.com (10/7).

Yuesheng memprediksi, tren ekspor China belum bakal berubah pada kuartal ketiga mendatang. Meski ekspor melorot, ada sedikit sentimen positif yang masih berpihak pada China.  Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus secara bulanan atau month on month (mom). Di akhir Juni, neraca perdagangan China mencatatkan surplus US$ 27,13 miliar. Di akhir Mei, posisinya sebesar US$ 20,4 triliun. Namun, angka itu meleset sedikit dari perkiraan survei Dow Jones yang memprediksi US$ 27,75 miliar.


Paska rilis data perdagangan, pasar tengah menanti laporan produk domestik bruto (PDB) China sepanjang kuartal kedua kemarin. Pasar juga mencermati pendapatan industri dan ritel selama Juni. Meski tanda-tanda kelesuan ekonomi terus melanda, Pemerintah China belum menyalakan sinyal bakal menggelontorkan stimulus atau menerapkan kebijakan moneter baru. "Data perdagangan Juni menantang para pembuat kebijakan China untuk menjaga makro ekonomi kuat," tulis analis RBS dalam rilisnya.

RBS menilai, jika data PDB m mengecewakan, Pemerintah China akan menempuh langkah-langkah tertentu. Namun, peluang terjadinya stimulus masih terlihat minim. Pasca merilis lesunya data ekspor, bursa China terkoreksi. Tapi, Shanghai Composite Index berhasil menguat 2,17% ke posisi 2.008,13 pada penutupan Rabu lalu.

Editor: Dessy Rosalina