KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Alih-alih bisa tembus 6%, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak pernah jauh-jauh dari level 5%. Di akhir masa jabatan Jokowi, mustahil rasanya ekonomi Indonesia bakal tumbuh di atas 6%. Malah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menghitung, pertumbuhan ekonomi rata-rata pada periode kedua Jokowi menjabat, relatif lebih rendah dibandingkan dengan periode pertama masa pemerintahannya. Yusuf mencatat, melihat dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di periode pertama kepemimpinan Jokowi, target pertumbuhan ekonomi dirancang dengan ambisius yakni pada, 2015-2019 ditargetkan rata-rata di level 7%.
Pada periode tersebut, pertumbuhan ekonomi dirancang optimistis dengan mengandalkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi. Rata-rata investasi pada 2015-2019 ditargetkan bisa tumbuh di kisaran 10% dengan angka pertumbuhan yang relatif mengalami peningkatan secara target dari 2015 sampai dengan 2019. Namun, target tersebut akhirnya meleset karena realisasi pada periode tersebut rata-rata pertumbuhan Indonesia ada di kisaran 5,35%. “Ada selisih sekitar kurang lebih 5% dari target yang dibacakan di awal pemerintahan Jokowi,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (6/11).
Baca Juga: Terjebak di Pertumbuhan Ekonomi 5%, Indonesia Emas 2045 Hanya Angan-angan? Sementara itu, pada periode kedua masa kepemimpinan Jokowi atau pada 2019 hingga 2022, rata-rata pertumbuhan investasi itu hanya berada di kisaran 1,79%. Angka ini juga relatif masih lebih rendah dibandingkan target yang ingin dicapai pemerintah, yakni di kisaran 6,6% sampai dengan 7% setiap tahunnya. Hal tersebut, kata Yusuf, tentunya harus menjadi evaluasi pemerintah, sebab pada periode kedua kepemimpinan Jokowi yakni pada 2019 pandemi Covid-19 belum menjadi faktor utama dalam penurunan aktivitas perekonomian. “Selain itu, kalau kita ingat juga di produk pertama tersebut sebenarnya pemerintah melakukan berbagai perubahan kebijakan melalui, salah satunya melakukan deregulasi paket kebijakan 1 hingga 16,” jelasnya. Kenyataanya, paket kebijakan tersebut juga belum bisa mendorong pertumbuhan realisasi investasi atau PMTB sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa
memastikan program hilirisasi yang tengah dilakukan pemerintah bisa berkontribusi positif terhadap realisasi pertumbuhan investasi secara umum terutama investasi PMTB. Kemudian, realisasi pertumbuhan ekonomi dari sisi lapangan usaha juga perlu dievaluasi. Hal ini karena pada periode pertama kepemimpinan Jokowi salah satu sektor yang ditargetkan bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi adalah industri pengolahan.
Secara rata-rata pertumbuhan sektor ini selama periode 2015 sampai 2019 ditargetkan bisa tumbuh di angka 7,4%. “Sayangnya kalau kita lihat secara realisasi sama dengan kondisi realisasi pertumbuhan investasi di atas, pertumbuhan realisasi pertumbuhan industri pengolahan itu relatif berada di bawah target yang ingin dicapai oleh pemerintah,” kata Yusuf.
Baca Juga: Angka Pengangguran Masih Tinggi, Kualitas Pertumbuhan Ekonomi RI Perlu Diperbaiki Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat