Di India, Membabat Bunga Saja Tak Cukup



NEW DELHI. Hitungan pengeluaran dan rencana pemangkasan suku bunga oleh Perdana Menteri India Manmohan Singh yang bakal dilakukan pada akhir minggu lalu kemungkinan tidak cukup bisa mencegah perekonomian India yang melambat dalam enam tahun terakhir ini. Hal ini ditegaskan oleh sejumlah ekonom yang mengamati gelindingan perekonomian India. Asal tahu saja, Singh berencana untuk menyediakan alokasi ekstra sebesar 200 miliar rupee atau setara dengan US$ 4 miliar dari sekitar 300 triliun rupee hingga tahun fiskal berakhir pada 31 Maret 2009. Di lain sisi, The Reserve Bank of India telah mengiris suku bunga acuannya pada 6 Desember 2008 lalu untuk yang ketiga kalinya sejak Oktober silam. Besarnya ongkos tambahan ini, yang setara dengan 0,3% dari GDP, mengindikasikan bahwa pemerintah bakalan percaya penuh pada kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan. Suku bunga yang lebih mini akan membikin perusahaan-perusahaan di India untuk kembali percaya pada bank lokal ketimbang bank-bank asing dari AS maupun Eropa. "Langkah seperti apa yang di ambil oleh India, sebenarnya tak masalah. Mereka sepertinya ingin ingin mencegah dari terpelesetnya perekonomian yang muncul tahun depan," kata Tehmina Khan, ekonom internasional dari Capital Economics Ltd. di London. Khan menambahkan, pengeluaran untuk investasi yang merupakan penggerak utama untuk pertumbuhan ekonomi beberapa tahun belakangan, telah dihajar habis-habisan di pasar saham yang membikin likuiditas membeku di seantero dunia.  Hingga akhir tahun fiskal pada 31 Maret 2009, pertumbuhan yang moderat tidak akan bisa diantisipasi. Hal ini ditegaskan oleh Gubernur Bank Sentral Duvvuri Subbarao saat pemangkasan suku bunga patokan, minggu lalu. Menurutnya, prediksi pertumbuhan sebesar 7,5%, bakal dikoreksi pada 27 Januari 2009.  Sebelumnya, Subbarao mengatakan bahwa pemangkasan suku bunga saja tak cukup. Lebih dari itu, harus ditambah dengan langkah-langkah fiskal untuk mendorong permintaan konsumen.  "India harus memberikan surungan sekuat mungkin untuk perekonomiannya. Tidak ada satu pun negara, termasuk India, bisa melarikan diri dari dampak krisis global," kata Sherman Chan, ekonom dari Moody Economy.com di Sydney. Di tambah lagi, India masih harie menghadapi serangan teroris di Mumbai pada 26 November lalu yang menewaskan 163 orang. Serangan ini membuat sejumlah perusahaan seperti Merck KGaA, Daiichi Sankyo Co., GlaxoSmithKline Plc dan Sanofi-Aventis SA untuk menunda bisnisnya di India.


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie