KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Sosialita Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi yaitu Harvey Moeis sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Harvey Moeis diduga menerima uang hasil mega korupsi timah tersebut berkedok dana
corporate social responsibility (CSR) dari para pengusaha. Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) mengungkapkan bahwa
dana CSR sering dijadikan sebagai kedok untuk mengalirkan dana hasil kejahatan. Terutama untuk memfasilitasi sarana dan fasilitas, baik para pemilik smelter maupun untuk dirinya sendiri.
"Modus semacam ini sudah lazim dilakukan, karena mudah disamarkan," kata Peneliti SAKSI FH Unmul, Herdiansyah Hamzah kepada KONTAN, Minggu (31/3).
Baca Juga: Emiten Tambang BUMN Catat Penurunan Kinerja Selama 2023, Ini Penyebabnya Kata dia, dana CSR ini jadi serupa dengan alat cuci dosa terhadap kejahatan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Dana CSR ini juga yang digunakan untuk memutihkan pelanggaran perusahaan. "Yang tentunya berkelindan dengan aparatur pemerintahan," ungkapnya. Untuk itu, kata dia, negara Indonesia sangat memerlukan pengesahan RUU Perampasan aset untuk untuk mendukung
asset recovery yang dilakukan untuk pemulihan kerugian dari sisi ekologis dan kerugian ekonomi. "Idealnya begitu,
recovery aset selama ini tidak berjalan maksimal. Terutama aset yang tidak dihitung dalam nilai kerugian negara. Karena itu, urgen untuk segera mendorong pengesahan RUU perampasan aset," pungkasnya. Sementara itu, Pengamat BUMN sekaligus Akademisi Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menegaskan bahwa modus mega korupsi timah ini sangat sulit terdeteksi karena pengemasannya yang cukup rapi.
Baca Juga: Lengkap, Modus Dugaan Korupsi Timah yang Melibatkan Crazy Rich dan Petinggi TINS "Problem utama korupsi ini melibatkan jajaran direksi BUMN Timah yang melibatkan direktur utama, direktur keuangan dan direktur operasional, sehingga secara modus operasi sangat rapi dan agak sulit untuk di deteksi," ujar Toto saat dihubungi kontan. Namun perlu dicatat, kata dia, bagaimana peran Dewan Komisaris sebagai pengawas BOD Timah dan pihak auditor eksternal (KAP) dalam memberikan audit opinion selama periode korupsi tersebut. "Kalau dua pihak ini tidak punya kecurigaan atas situasi di atas dalam beberapa tahun periode koruptif tadi memang menjadi keterlaluan. Berarti dekom Timah tersebut dianggap tidak punya
sense of crisis," ungkapny Padahal Dekom mendapatkan laporan finansial dan operasi perusahaan secara regular (bulanan, triwulanan , semesteran, tahunan). Bahkan, memiliki alat kelengkapan dekom seperti Komite Audit dan komite pemantauan risiko.
Baca Juga: Banjir Kendaraan Listrik di Dunia, Pengusaha China Berburu Timah ke Bangka "Jadi kalau kemudian modus korupsi juga dilewatkan ke pengelolaan dana CSR BUMN, dan tidak bisa dideteksi, maka peran pengawasan Dekom dan juga audit oleh pihak auditor eksternal patut dipertanyakan," ungkapnya. Toto mendesak agar Pimpinan Kementerian BUMN dapat memberikan efek jera kepada jajarannya yang melalukan pelanggaran hukum atau kejahatan atas lingkungan. "Penanganan korupsi oleh Kejagung ini saya harapkan bisa membuat perkara korupsi ini terang benderang," ujar Toto. "Kementreian BUMN diharapkan bertindak tegas dalam memberikan sanksi dan tindakan hukum pada semua unsur BUMN yang terlibat sehingga efek jera pada pelanggar hukum BUMN bisa ditegakkan," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli