Di Lampung ditemukan cek kosong Rp 136 miliar



BANDAR LAMPUNG. Jumlah temuan cek dan bilyet giro (BG) kosong di Lampung selama kuartal IV 2012 melonjak tajam dibanding periode kuartal sebelumnya.

Bank Indonesia Lampung mendapati jumlah cek dan BG kosong naik 58,10% dari Rp 86 miliar menjadi Rp 136 miliar dengan jumlah warkat mencapai 3.115 lembar.

Menurut laporan BI, cek dan BG kosong yang ditolak pembayarannya atau pemindahbukuannya oleh bank, karena saldo rekening tidak cukup atau rekening giro telah ditutup.


Menurut Peneliti Ekonomi Madya BI Lampung Nunu Hendrawanto, secara rasio, temuan cek/BG kosong pada kuartal IV mencapai 1,49% atau naik dibanding kuartal sebelumnya yang tercatat sebesar 1,31%.

Meski temuan cek/BG kosong secara statistik persentasenya terbilang kecil, BI tetap berupaya meminimalisasi temuan cek kosong.

"Tujuannya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap cek dan BG sebagai alat pembayaran. Juga untuk melindungi kepentingan pemegang cek dalam menerima pembayaran," kata Nunu, Rabu (20/2).

Berdasarkan data BI, total transaksi kliring di Lampung kuartal IV mencapai Rp 7,11 triliun. Nilai itu mengalami turun 2,89% dibanding kuartal sebelumnya yang membukukan angka transaksi Rp 7,32 triliun.

"Penurunan tersebut sejalan dengan jumlah hari kerja pada kuartal laporan yang mengalami penurunan dari 61 hari menjadi 60 hari," ungkap Nunu.

Nunu menjelaskan, jika dilihat secara bulanan, aktivitas kliring sepanjang kuartal menunjukkan pola penurunan. Pada Oktober, nilai transaksi mencapai Rp 2,65 triliun. Sedangkan November menjadi Rp 2,32 triliun. Nilai transaksi kembali menyusut pada Desember, menjadi Rp 2,14 triliun.

Meski nilai transaksi kliring turun, BI mencatat, jumlah volume transaksi kliring justru naik 0,42% (qtq), dari 207.635 lembar pada kuartal sebelumnya menjadi 208.509 lembar pada kuartal.

Dengan demikian, rata-rata perputaran harian selama tiga bulan terakhir pada 2012 sebanyak 3.475 lembar.

Menurut Nunu, pembayaran dengan cek/BG dinilai relatif aman dan nyaman dibandingkan dengan menggunakan uang tunai. Namun dalam praktiknya belum dapat dilepaskan dari permasalahan risiko gagal bayar akibat adanya cek/BG yang tidak menyediakan dana secara cukup.

Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mencegah peredaran cek/BG kosong antara lain dengan kebijakan pengenaan sanksi yang lebih proporsional, baik melalui penetapan kriteria yang lebih ketat maupun memberikan cakupan efektivitas sanksi yang lebih luas menjadi secara nasional.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

Dalam peraturan tersebut disebutkan, jika pemilik rekening melakukan penarikan cek dan/atau bilyet giro kosong yang berbeda sebanyak tiga lembar atau lebih dengan nilai nominal masing-masing di bawah Rp 500 juta pada bank yang sama dalam jangka waktu enam bulan, atau melakukan penarikan cek dan/atau bilyet giro kosong satu lembar dengan nilai nominal Rp 500 juta atau lebih, maka pemilik rekening akan dicantumkan identitasnya dalam daftar hitam nasional (DHN).

Pencantuman identitas pemilik rekening dalam DHN dilakukan oleh bank tertarik secara self assessment. Sedangkan penerbitan DHN dilakukan Bank Indonesia Bagian Kliring melalui Sistem Informasi DHN.

Menurut Nunu, implikasi bagi pemilik rekening jika identitasnya masuk DHN adalah pemilik rekening akan dikenakan sanksi pembekuan hak penggunaan cek/BG selama satu tahun sejak tanggal penerbitan DHN oleh bank tertarik dan bank selain bank tertarik. (Heribertus sulis/lampung.tribunnews)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri