Di Lingkungan Pendidikan, Perilaku Taat 3M Belum Berubah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Focus Group Discussion (FGD) Kontan "Penerapan 3M di Sektor Edukasi", Jumat (30/10), menarik diikuti. Pasalnya, pandemi membawa efek cukup serius pada pelaksanaan "proses pendidikan" generasi muda Indonesia. Bagaimana kesimpulan FGD yang menghadirkan praktisi, orang tua, pemerhati, hingga media ini?

Hadir sebagai narasumber FGD DR. Rustono Farady, Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia, yang mewakili institusi pendidikan. Sebagai wakil pemerhati pendidikan, Doni Koesoema yang juga berprofesi sebagai penulis buku. Dari orang tua, hadir Yunanda Astuti, dan dari media Yovita Arika, Jurnalis Senior Harian Kompas.

Kita tahu, sejak memasuki pandemi Covid-19, kegiatan pembelajaran pada proses pendidikan formal, hingga kini masih menghadapi tantangan besar. Tidak hanya peserta didik yang harus beradaptasi, tetapi juga pengajar, dan khususnya orang tua. Alhasil, proses pembelajaran masih jauh dari kata efektif.


Dari perspektif orang tua, evaluasi terhadap komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah tentang kampanye penerapan protokol kesehatan 3M sudah sangat baik. Alasannya, karena di lingkungan sekolah, penerapan 3M diterapkan dengan sangat ketat.

Sedangkan dari kaca mata pekerja media, kampanye oleh pemerintah di dunia pendidikan, masih jauh dari efektif. Sebab, karakter peserta didik dan pengajar berbeda-beda. Misalnya, dari aspek jenjang pendidikan dan sosial ekonomi yang beragam dari peserta didik membuat pesan kampanye 3M tidak seluruhnya dapat diterima dengan baik.

Demikian pula dari perspektif pengamat pendidikan yang menyimpulkan kampanye protokol kesehatan 3M belum cukup efektif, karena belum mampu mengubah perilaku, dari pengajar hingga peserta didik. Dari kalangan pengajar masih banyak yang belum memahami arti pentingnya menerapkan protokol kesehatan 3M. Akibatnya, peserta didik juga cenderung abai menerapkan protokol kesehatan. 

Terakhir, perspektif tenaga pengajar, sosialisasi dan kampanye penerapan protokol kesehatan 3M dari pemerintah sudah baik. Saat ini, dalam penerapan protokol kesehatan di kampus mengacu pada Peraturan Gubernur. Salah satunya, dengan mendorong pembelajaran secara dalam jaringan (daring) alias online. Di dalam kampus, protokol kesehatan 3M juga dilaksanakan dengan sangat ketat. Kegiatan-kegiatan kampus, mahasiswa wajib menggunakan masker, mengecek suhu tubuh, mencuci tangan dengan sabun atau disinfektan, dan menjaga jarak.

Belum Saat yang Tepat Masuk Sekolah dan Tatap Muka Fisik?

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang membuka pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning, perlu dievaluasi. Khususnya, dalam hal pengawasan atau monitoring pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah dan/atau kampus.

Sejauh ini monitoring yang dilakukan belum optimal. Masih ditemukan beberapa kasus penularan COVID-19 di lingkungan sekolah. Seharusnya, kebijakan pembelajaran tatap muka harus didasarkan pada alasan kesehatan. Artinya, jika belum mampu dan siap untuk menerapkan protokol kesehatan secara disiplin dan ketat, maka seharusnya jangan memaksakan pembelajaran tatap muka fisik.

Oleh karena itu, efektivitas pembelajaran tatap muka secara fisik, sangat perlu dikaji kembali. Alasannya, pembelajaran tatap muka yang tidak didukung dengan kualitas pengajar dan peserta didik yang baik, maka tidak akan berjalan secara efektif.

Pembelajaran secara daring (online) bisa menjadi alternatif di masa pandemi ini. Pembelajaran daring yang dipersiapkan dengan baik, maka hasilnya akan lebih baik dibandingkan pembelajaran tatap muka. 

Meskipun pembelajaran tatap muka secara daring (online) bisa menjadi solusi, tetapi perlu diperhatikan beberapa poin berikut ini:

  1. Kualitas infrastruktur teknologi informasi (akses internet, akses teknologi) di banyak wilayah di Indonesia tidak sama. Ini harus dievaluasi karena menghambat peserta didik dan pengajar melakukan pembelajaran secara daring dengan baik;

  2. Kebijakan memberikan bantuan kuota internet kepada peserta didik dan pengajar tidak bisa disama-ratakan. Artinya, bantuan ini harus diprioritaskan untuk mereka yang lebih membutuhkan. Jangan sampai pemberian bantuan ini tidak tepat sasaran, sehingga justru menimbulkan permasalahan baru;

  3. Perlu ada upaya meningkatkan kapasitas pengajar, peserta didik, dan orang tua dalam mengakses teknologi dan akses internet. Sejauh ini, ada ketimpangan akses di antara pengajar dan peserta didik. 

Catatan lainnya, sebelum pemerintah menyelengarakan tatap muka secara fisik di masa adaptasi kehidupan baru, perlu ada persiapan yang harus dilakukan sebagai berikut:

  1. Pemerintah harus memetakan potensi dan kemampuan peserta didik saat memulai pembelajaran tatap muka. Karena selama pandemi, proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik berbeda-beda. Jangan sampai terjadi ketimpangan alias gap kemampuan dan pengetahuan yang terlalu jauh di antara peserta didik;

  2. Penerapan protokol kesehatan perlu ditunjukkan melalui contoh yang baik dan benar oleh para tenaga pengajar kepada peserta didik. Dengan teladan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan 3M oleh tenaga pengajar, maka lebih mudah mengedukasi peserta didik.

  3. Perlu ada sosialisasi dan edukasi tentang bahaya dan proses penularan COVID-19 di masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, perlu ada partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah untuk membantu satuan pendidikan dalam mempersiapkan infrastruktur protokol kesehatan di masa adaptasi kehidupan baru.

Artikel ini merupakan poin rangkuman dan tidak akan pernah bisa menggantikan momen FGD seutuhnya. Anda bisa mengikuti dan menonton proses diskusi FGD "Penerapan 3M di Sektor Edukasi" secara lengkap di KONTAN TV pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=8E1oNN5KdgQ&t=737s.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Andri Indradie