MENTAWAI. Ratusan relawan datang dan mampir setiap harinya ke pulau di barat Sumatera Barat yang dikenal dengan Mentawai itu. Memang tidak ada sambutan spesial bagi kedatangan relawan itu ke Mentawai, kecuali sebuah buku daftar relawan yang akan menyambut mereka saat turun dari pelabuhan Sikakap.“Kami melapor dan kami dipersilahkan cari posko yang bisa digunakan,” kata Rachmat, Koordinator Yayasan Al Azhar Peduli Umat di Mentawai, Senin (1/11). Begitu juga dengan barisan relawan lainnya yang datang ke lokasi bencana di Mentawai. Setelah datang, tanda tangan, setelah itu diminta untuk mencari lokasi sendiri sebagai posko.Tak heran, ada puluhan posko yang menyebar di Kec. Sikakap. Mulai dari halaman masjid, halaman kecamatan, lapangan bongkar muat pelabuhan hingga rumah penduduk dan halaman penduduk dan rumah dinas pelabuhan dipenuhi oleh posko relawan yang peduli atas penderitaan korban gempa dan tsunami di bumi Mentawai.Catat saja, posko instansi yang berkepentingan seperti TNI, Polisi, Basarnas, PMI, Kementerian Sosial sampai dengan posko relawan dari perusahaan Badan Umum Milik Negara (BUMN) termasuk dari relawan dari media elektronik memadati pemukiman di Sikakap. Sontak, kecamatan yang dulunya tidak terlalu ramai itu dipadati dengan lalu-lalang ratusan relawan setiap harinya.Mudah memang menjadi relawan yang datang ke Sikakap, karena hanya cukup mendaftar kemudian membubuhkan tandatangan di buku tamu yang disediakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mentawai. Hanya setelah posko berdiri, koordinasi yang ditunggu tak kunjung diterima relawan seperti yang dialami Rachmat.“Setelah 4 hari kami di sini, tidak pernah kami diundang untuk rapat untuk membahas pendistribusian bantuan,” terang Rachmat yang membawa logistik makanan dan minuman itu. Akhirnya, Rachmat harus melakukan pemetaan sendiri dan mengupayakan sendiri untuk menyalurkan bantuannya. Padahal, Mentawai sulit dijangkau apalagi aksesnya hanya laut dan udara. “Awalnya mereka akan mengajak kami, ternyata setelah tiga hari tidak ada perkembangan,” katanya. Tidak jauh berbeda, pendapat sama juga disampaikan oleh Gede Sudharta, Kooordinator Yayasan Idep yang memiliki masalah yang sama dengan relawan Al Azhar. Ia mengaku kecewa dengan manajemen bencana yang diterapkan oleh BPBD. “Seharusnya relawan tidak perlu menurunkan logistik bantuan ke Sikakap, tetapi bisa menyalurkan langsung ke lokasi bencana,” kata Gede.
Di Mentawai, relawan bak ayam kehilangan induknya
MENTAWAI. Ratusan relawan datang dan mampir setiap harinya ke pulau di barat Sumatera Barat yang dikenal dengan Mentawai itu. Memang tidak ada sambutan spesial bagi kedatangan relawan itu ke Mentawai, kecuali sebuah buku daftar relawan yang akan menyambut mereka saat turun dari pelabuhan Sikakap.“Kami melapor dan kami dipersilahkan cari posko yang bisa digunakan,” kata Rachmat, Koordinator Yayasan Al Azhar Peduli Umat di Mentawai, Senin (1/11). Begitu juga dengan barisan relawan lainnya yang datang ke lokasi bencana di Mentawai. Setelah datang, tanda tangan, setelah itu diminta untuk mencari lokasi sendiri sebagai posko.Tak heran, ada puluhan posko yang menyebar di Kec. Sikakap. Mulai dari halaman masjid, halaman kecamatan, lapangan bongkar muat pelabuhan hingga rumah penduduk dan halaman penduduk dan rumah dinas pelabuhan dipenuhi oleh posko relawan yang peduli atas penderitaan korban gempa dan tsunami di bumi Mentawai.Catat saja, posko instansi yang berkepentingan seperti TNI, Polisi, Basarnas, PMI, Kementerian Sosial sampai dengan posko relawan dari perusahaan Badan Umum Milik Negara (BUMN) termasuk dari relawan dari media elektronik memadati pemukiman di Sikakap. Sontak, kecamatan yang dulunya tidak terlalu ramai itu dipadati dengan lalu-lalang ratusan relawan setiap harinya.Mudah memang menjadi relawan yang datang ke Sikakap, karena hanya cukup mendaftar kemudian membubuhkan tandatangan di buku tamu yang disediakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mentawai. Hanya setelah posko berdiri, koordinasi yang ditunggu tak kunjung diterima relawan seperti yang dialami Rachmat.“Setelah 4 hari kami di sini, tidak pernah kami diundang untuk rapat untuk membahas pendistribusian bantuan,” terang Rachmat yang membawa logistik makanan dan minuman itu. Akhirnya, Rachmat harus melakukan pemetaan sendiri dan mengupayakan sendiri untuk menyalurkan bantuannya. Padahal, Mentawai sulit dijangkau apalagi aksesnya hanya laut dan udara. “Awalnya mereka akan mengajak kami, ternyata setelah tiga hari tidak ada perkembangan,” katanya. Tidak jauh berbeda, pendapat sama juga disampaikan oleh Gede Sudharta, Kooordinator Yayasan Idep yang memiliki masalah yang sama dengan relawan Al Azhar. Ia mengaku kecewa dengan manajemen bencana yang diterapkan oleh BPBD. “Seharusnya relawan tidak perlu menurunkan logistik bantuan ke Sikakap, tetapi bisa menyalurkan langsung ke lokasi bencana,” kata Gede.