JAKARTA. Hasil riset Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya peningkatan jumlah transaksi mencurigakan yang mencapai 125%. Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, besarnya peningkatan tersebut terhitung sejak dua tahun menjelang Pemilihan Umum tahun 2014."Pada tahun lalu PPATK lakukan riset tipologi potensi penyimpangan Pileg atau Pilkada. Berdasarkan hasil riset PPATK mengenai Pileg dan Pilkada tersebut ternyata ditemukan dua tahun menjelang, ditemukan transaksi mencurigakan sampai 125%," kata Agus saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Minggu (22/6) malam.Dalam satu rekening kata Agus, ada transaksi mencurigakan yang nilainya mencapai Rp 11 miliar. Pihaknya menduga transaksi senilai Rp 11 miliar tersebut berkaitan dengan jual beli kursi dalam Pileg yang melibatkan kepala daerah incumbent atau petahana.Lebih lanjut menurut Agus, temuan lainnya sebanyak 300 kepala daerah terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Modus korupsi yang dilakukan para kepala daerah yakni dengan memanfaatkan para stafnya sehingga muncul korupsi yang terorganisasi."Yang menarik kalau calon terlapor di PPATK ternyata ketika terpilih masih tetap berstatus terlapor sehingga kita dapat pelajaran dua hal, jangan pilih calon legislatif kotor karena pasti tetap kotor," tambah Agus.Agus juga menyebutkan, ada kecenderungan dana kampanye para caleg petahana diperoleh dari korupsi. Misalnya, penyimpangan dalam pengelolaan dan bantuan sosial dan hibah pendidikan. Modusnya kata Agus, dengan membuat koperasi yang mati menjadi hidup kembali dengan jaket baru hingga LSM bentukan baru. "Itu kita temukan juga uang-uang itu digunakan untuk money politics ketimbang tujuan mulia untuk bantuan sosial dan lain-lain," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Di pemilu 2014, transaksi mencurigakan naik 125%
JAKARTA. Hasil riset Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya peningkatan jumlah transaksi mencurigakan yang mencapai 125%. Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, besarnya peningkatan tersebut terhitung sejak dua tahun menjelang Pemilihan Umum tahun 2014."Pada tahun lalu PPATK lakukan riset tipologi potensi penyimpangan Pileg atau Pilkada. Berdasarkan hasil riset PPATK mengenai Pileg dan Pilkada tersebut ternyata ditemukan dua tahun menjelang, ditemukan transaksi mencurigakan sampai 125%," kata Agus saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Minggu (22/6) malam.Dalam satu rekening kata Agus, ada transaksi mencurigakan yang nilainya mencapai Rp 11 miliar. Pihaknya menduga transaksi senilai Rp 11 miliar tersebut berkaitan dengan jual beli kursi dalam Pileg yang melibatkan kepala daerah incumbent atau petahana.Lebih lanjut menurut Agus, temuan lainnya sebanyak 300 kepala daerah terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Modus korupsi yang dilakukan para kepala daerah yakni dengan memanfaatkan para stafnya sehingga muncul korupsi yang terorganisasi."Yang menarik kalau calon terlapor di PPATK ternyata ketika terpilih masih tetap berstatus terlapor sehingga kita dapat pelajaran dua hal, jangan pilih calon legislatif kotor karena pasti tetap kotor," tambah Agus.Agus juga menyebutkan, ada kecenderungan dana kampanye para caleg petahana diperoleh dari korupsi. Misalnya, penyimpangan dalam pengelolaan dan bantuan sosial dan hibah pendidikan. Modusnya kata Agus, dengan membuat koperasi yang mati menjadi hidup kembali dengan jaket baru hingga LSM bentukan baru. "Itu kita temukan juga uang-uang itu digunakan untuk money politics ketimbang tujuan mulia untuk bantuan sosial dan lain-lain," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News