Di rumah saja memengaruhi kesehatan mental, benarkah?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan berpotensi memicu gangguan kesehatan mental. Hal ini diungkap para ahli di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Mei tahun lalu.

Berdasarkan studi terbaru, anjuran untuk tinggal di rumah demi mengurangi penyebaran virus corona memang berdampak buruk terhadap kesehatan mental seseorang. Namun, dampaknya berkurang secara bertahap seiring waktu dan individu mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Penelitian sebelumnya mengungkap, karantina dapat dikaitkan dengan peningkatan gejala kesehatan mental. Temuan data dari bulan Maret 2020 memeriksa 24 studi, dan sebagian besar studi melaporkan karantina menyebabkan efek kesehatan mental negatif, termasuk gejala stres pasca-trauma, kebingungan, dan kemarahan.


Efeknya cenderung berkurang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof Dolores Albarracín, profesor psikologi dan Dr Bita Fayaz Farkhad, peneliti pascadoktoral di bidang psikologi, terungkap bahwa efek dari karantina di rumah ternyata makin lama makin kecil. Dalam risetnya, kedua pakar dari University of Illinois di Urbana-Champaign Amerika itu mempelajari data Google Trends dari bulan Januari hingga Juni 2020.

Baca Juga: Masyarakat wajib tahu! Biaya perawatan pasien corona di RS ditanggung negara

Studi menemukan bahwa menganalisis Google Trends secara akurat dapat memprediksi tren terkait subjek seperti influenza, aktivitas ekonomi, dan bunuh diri. Farkhad dan Albarracín memeriksa data terkait pengurangan risiko, istilah-istilah dalam kesehatan mental (isolasi, insomnia, dan antidepresan), dan istilah untuk aktivitas di rumah (Netflix, seks, resep, dan olahraga). "Meskipun tindakan mengurangi risiko ternyata meningkatkan perasaan negatif terhadap isolasi atau kekhawatiran, namun efeknya sebagian besar  sementara," kata Farkhad.

Sebuah makalah yang memeriksa data dari American Time Use Survey 2012-2013 memprediksi bahwa penerapan isolasi pada orang yang berstatus lajang akan mengurangi kebahagiaan mereka. Lalu, studi yang dimuat ke dalam Journal of Public Economics menemukan peningkatan pencarian di Google untuk tema seperti kebosanan, kesepian, khawatir, dan kesedihan selama pandemi Covid-19.

Namun, terjadi penurunan pencarian untuk tema stres, bunuh diri, dan perceraian. Secara signifikan, Farkhad dan Albarracín menemukan bahwa anjuran tinggal di rumah berkaitan dengan penurunan pencarian untuk istilah antidepresan dan bunuh diri di Google.

Keduanya menduga, kebijakan tinggal di rumah membuat individu lebih fleksibel dalam menghabiskan waktu dan lebih banyak bersama keluarga. Melakukan hobi dan menikmati aktivitas fisik secara teratur serta dukungan sosial adalah faktor-faktor yang terkait peningkatan kesehatan fisik dan mental.

Baca Juga: Simak tips menjaga kesehatan mental di tengah virus corona

"Kemungkinan orang yang bisa bekerja dari rumah menyukai hal itu, senang dapat mengatur jadwal mereka, dan senang bisa lebih banyak berolahraga. Semuanya memiliki manfaat positif bagi kesehatan mental dan fisik," tutur Farkhad.

"Meskipun mereka mungkin tidak dapat pergi ke restoran atau bar, mereka memiliki sedikit lebih banyak kendali atas aspek lain dalam hidup mereka yang meningkatkan wellness," tambahnya. Para penulis studi menyebut, perubahan kesehatan mental tidak dapat hanya dikaitkan dengan kebijakan tinggal di rumah.

Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, sakit, dan meninggal dunia. Semua hal itu memicu stres dan kondisi kesehatan mental yang buruk. Selain itu, populasi tertentu seperti anak-anak dan orang tua bisa jadi terisolasi selama pandemi dan lebih rentan terhadap gangguan mental.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hanya di Rumah Memengaruhi Kesehatan Mental, Benarkah? Penulis: Gading Perkasa Editor: Lusia Kus Anna

Baca Juga: Cabin fever gara-gara terlalu lama tinggal di rumah, simak tips berikut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati