JAKARTA. Di sepanjang 2011, terdapat 96 kasus kekerasan terhadap para wartawan. Jumlah tersebut meningkat 30 kasus dibanding tahun sebelumnya. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat, kekerasan fisik maupun non fisik justru paling banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, selebihnya oleh aparat pemerintah, ataupun dari masyarakat.Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Hendrayana mengungkapkan, peningkatan jumlah kasus tersebut disebabkan masih lemahnya pengetahuan pelaku kekerasan terhadap kerja jurnalistik. "Selain itu, tidak adanya penuntasan kasus yang kekerasan oleh pengadilan sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata dia dalam seminar Wajah Pers Indonesia 2011, Rabu (28/12).Dicontohkan, kasus kekerasan saat menjalani tugas jurnalistik dialami oleh wartawan Tempo TV yang bernama Syarifah Nur Aida pada 28 Juli silam saat meliput persoalan sengketa lahan di Bogor, Jawa Barat. "Sampai sekarang kasusnya tidak pernah terungkap. Padahal, hasil visum jelas-jelas ada kekerasan pada tengkuknya memar yang menyebabkan dia pingsan," katanya.Parahnya lagi, di tahun 2011 ini sejumlah kasus kekerasan terhadap pers juga tampaknya dibiarkan berlarut-larut dan tak satupun yang telah tuntas diputuskan pengadilan. "Misalnya, kasus pembunuhan jurnalis SUN TV, Ridwan Salamun. Kasusnya hingga kini belum menemukan titik terang dan masih mengendap di Mahkamah Agung (MA)," ujar Hendrayana.Dari 96 kasus kekerasan yang terjadi, aparat penegak hukum dalam hal ini TNI dan Kepolisian memperoleh peringkat tertinggi. Di mana, 11 kasus kekerasan dilakukan oleh aparat TNI. Sedangkan kekerasan yang dilakukan polisi terdapat 10 kasus. "Padahal, tugas polisi adalah melindungi tugas jurnalistik sebagaimana amanat UU Pers," imbuhnya.Dengan banyaknya kasus yang muncul, pihaknya menilai hingga saat ini fungsi dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers belum terlaksana dengan baik. Sehingga, pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada seluruh penegak hukum maupun masyarakat terkait kerja jurnalistik. "Perlu sosialisasi yang lebih efektif kepada seluruh elemen masyarakat, misalnya penggunaan hak jawab," kata dia.Selain itu, perusahaan media perlu juga memberikan rasa aman kepada wartawan bila tersangkut kasus dengan aparat hukum. Yakni, pimpinan media yang bersangkutan wajib memberikan pembekalan jika menugaskan wartawan di wilayah konflik, serta memberikan pendampingan atau bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuat oleh sang jurnalis.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Di sepanjang 2011, terdapat 96 kasus kekerasan terhadap jurnalis
JAKARTA. Di sepanjang 2011, terdapat 96 kasus kekerasan terhadap para wartawan. Jumlah tersebut meningkat 30 kasus dibanding tahun sebelumnya. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat, kekerasan fisik maupun non fisik justru paling banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, selebihnya oleh aparat pemerintah, ataupun dari masyarakat.Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Hendrayana mengungkapkan, peningkatan jumlah kasus tersebut disebabkan masih lemahnya pengetahuan pelaku kekerasan terhadap kerja jurnalistik. "Selain itu, tidak adanya penuntasan kasus yang kekerasan oleh pengadilan sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata dia dalam seminar Wajah Pers Indonesia 2011, Rabu (28/12).Dicontohkan, kasus kekerasan saat menjalani tugas jurnalistik dialami oleh wartawan Tempo TV yang bernama Syarifah Nur Aida pada 28 Juli silam saat meliput persoalan sengketa lahan di Bogor, Jawa Barat. "Sampai sekarang kasusnya tidak pernah terungkap. Padahal, hasil visum jelas-jelas ada kekerasan pada tengkuknya memar yang menyebabkan dia pingsan," katanya.Parahnya lagi, di tahun 2011 ini sejumlah kasus kekerasan terhadap pers juga tampaknya dibiarkan berlarut-larut dan tak satupun yang telah tuntas diputuskan pengadilan. "Misalnya, kasus pembunuhan jurnalis SUN TV, Ridwan Salamun. Kasusnya hingga kini belum menemukan titik terang dan masih mengendap di Mahkamah Agung (MA)," ujar Hendrayana.Dari 96 kasus kekerasan yang terjadi, aparat penegak hukum dalam hal ini TNI dan Kepolisian memperoleh peringkat tertinggi. Di mana, 11 kasus kekerasan dilakukan oleh aparat TNI. Sedangkan kekerasan yang dilakukan polisi terdapat 10 kasus. "Padahal, tugas polisi adalah melindungi tugas jurnalistik sebagaimana amanat UU Pers," imbuhnya.Dengan banyaknya kasus yang muncul, pihaknya menilai hingga saat ini fungsi dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers belum terlaksana dengan baik. Sehingga, pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada seluruh penegak hukum maupun masyarakat terkait kerja jurnalistik. "Perlu sosialisasi yang lebih efektif kepada seluruh elemen masyarakat, misalnya penggunaan hak jawab," kata dia.Selain itu, perusahaan media perlu juga memberikan rasa aman kepada wartawan bila tersangkut kasus dengan aparat hukum. Yakni, pimpinan media yang bersangkutan wajib memberikan pembekalan jika menugaskan wartawan di wilayah konflik, serta memberikan pendampingan atau bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuat oleh sang jurnalis.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News